KPK tidak Temukan Indikasi Korupsi di Sumber Waras
MALANG (28 April): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dugaan adanya korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit sumber Waras Jakarta oleh Pemprov DKI Jakarta, belum semuanya dapat dijadikan alat bukti.
Komisioner KPK Saut Situmorang mengemukakan itu di sela-sela acara dialog bersama warga dan akademisi antikorupsi di Malang, Jawa Timur, Rabu (27/4).
Dengan demikian, katanya, BPK belum mau masuk terlalu jauh dalam pengusutan kasus tersebut. Dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras berawal dari terbitnya hasil audit BPK DKI Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014.
Menurut Saut, KPK telah menerima bukti-bukti dari BPK, namun temuan tersebut tidak semuanya bisa dijadikan bukti. Potensi kerugian negara dari hasil audit BPK perlu dilengkapi bukti lainnya.
Sekilas, kata dia, mungkin karena salah prosedur atau Pemprov DKI Jakarta terburu-buru memasukkan dalam APBD. Di sisi lain masih ada perdebatan soal perbedaan harga.
“Dari audit BPK memang ada kerugian, tapi apakah itu mengarah pada korupsi? Kami belum dapat menyimpulkan. Penyelidikan masih berjalan. Jika tidak, ya itu masuk ranah BPK,” kata dia.
Bisa jadi, seiring berjalannya waktu, tidak menutup kemungkinan adanya bukti-bukti baru kasus dugaan korupsi. Namun, jelas dia, sejauh ini KPK tidak menemukan adanya indikasi korupsi dalam proses pengadaan lahan RS Sumber Waras.
“Soal Komisi III DPR memanggil mantan pimpinan KPK, itu haknya DPR. Kami juga dijadwalkan akan dipanggil mereka. Namun, secara mekanisme saya pastikan KPK sangat independen,” kata dia.
Hasil audit BPK menyebutkan Pemprov DKI menyalahi aturan dalam pembelian lahan Sumber Waras dan diindikasikan ada kerugian negara mencapai Rp191 miliar dalam pembelian lahan tersebut.
Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan semua prosedur pembelihan lahan Sumber Waras telah memenuhi peraturan. Harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dijadikan patokan harga pembelian lahan tersebut, bukan ditentukan Pemprov DKI, tetapi Ditjen Pajak.*