10 Sandera WNI Dibebaskan
FILIPINA (1 Mei): Kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan akhirnya membebaskan 10 warga negara Indonesia (WNI), Minggu (1/5). Pembebasan itu mengakhiri drama penyanderaan yang sudah berlangsung selama satu bulan itu.
Kelompok pemberontak tersebut sebelumnya telah memenggal kepala seorang warga Kanada setelah tenggat waktu tuntutan tebusan sudah terlewati. Menurut keterangan kepala kepolisian Pulau Jolo, 10 WNI yang merupakan awak kapal tunda Brahma 12 milik perusahaan Taiwan, dibawa ke rumah Gubernur Sulu dan kemudian dibawa ke pangkalan militer Filipina.
"Mereka terlihat kelelahan, tapi tetap bersemangat," kata Junpikar Sitin, kepala polisi setempat.
Pihak kepolisian maupun militer Filipina mengatakan belum jelas apakah ke-10 WNI tersebut dibebaskan setelah membayar tebusan yang diminta. Namun, Ketua Fraksi Partai NasDem DPR Viktor Laiskodat yang menjemput 10 WNI tersebut dari Zamboanga, Flipina Selatan memastikan bahwa pembebasan tersebut tidak mengeluarkan dana sepeserpun.
Selain 10 WNI yang telah dibebaskan tersebut, kelompok Abu Sayyaf dari faksi lain masih menyandera empat WNI lainnya.
Dengan dibebaskannya 10 WNI tersebut, kelompok Abu Sayyaf yang dikenal brutal dan sering melakukan penyanderaan untuk mendapatkan dana, masih menahan 13 lainnya, di antaranya empat warga Malaysia, Jepang, Belanda, Kanada, Norwegia, dan Filipina.
Misi Kemanusiaan Surya Paloh melalui Yayasan Sukma, ikut berperan dalam pembebasan 10 sandera WNI tersebut. Ke 10 WNI tersebut saat ini dalam penerbangan dari Zamboanga ke Jakarta melalui Balikpapan. Yayasan Sukma Media Grup yang dibentuk saat tsunami Aceh beberapa tahun silam, diketahui dalam beberapa tahun terakhir mengirim tenaga guru ke Filipina Selatan sehingga para guru tersebut berperan dalam pembebesan para sandera WNI.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan, pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan merupakan hasil kerja banyak pihak. Pemerintah menjalankan berbagai upaya agar mereka bebas.
"Ini adalah diplomasi total yang tidak saja hanya fokus pada diplomasi government to government tapi juga melibatkan jaringan-jaringan informal," kata Retno pada keterangan pers di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Minggu (1/5).
Menurut dia, semua komunikasi, jaringan, dan opsi-opsi dibuka pemerintah. Tujuan utamanya untuk mengupayakan keselamatan WNI yang disandera. "Kita syukur alhamdulillah upaya ini berhasil. Terima kasih atas doanya," papar dia.
Untuk menindaklanjuti masalah keamanan rute pelayaran Indonesia -Filipina, Retno pun akan bertemu dengan perwakilan pemerintah Filipina, dan Malaysia pada 5 Mei mendatang.*