Rokok Mahal Bisa Undang Kriminalitas

 

JAKARTA (9 Agustus): Susahnya mengurangi jumlah perokok di Indonesia, memicu wacana untuk menaikkan harga rokok hingga 50 ribu rupiah per bungkus atau lebih. Namun anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago justru tidak setuju wacana kenaikkan harga rokok hingga 50 ribu rupiah atau lebih per bungkus. Menurutnya, kenaikan harga rokok berpotensi lahirkan tindak kriminalitas.

"Apakah itu memberikan solusi? Kalau itu dinaikkan, malah banyak orang terlibat kejahatan karena biasanya merokok sehari dua bungkus, dan akhirnya mencari jalan keluar sendiri agar tetap bisa membeli. Itu mengakibatkan masalah baru," ujar Irma Suryani seperti dikutip dari Metrotvnews.com, Selasa (9/8).

Legislator dari Partai NasDem ini menilai, permasalahan sebenarnya adalah para perokok yang masih belum memahami bahaya dan dampak kebiasaan merokok. Pada titik ini, pemerintah gagal menyosialisasikan pentingnya kesehatan.

"Menurut saya kajiannya harus betul-betul secara komprehensif. Enggak boleh sekadar harganya dinaikkan, biar orang enggak beli. Enggak juga. Buktinya harga rokok semakin lama semakin naik, tetap saja orang pada beli," jelas Irma.

Lebih jauh Irma menuturkan, perokok rela mengeluarkan Rp20 ribu untuk sebungkus rokok, sementara pada saat bersamaan, perokok malas-malasan atau enggan merogoh Rp25.500 untuk iuran BPJS Kesehatan kelas III.

"Kalau dikali sebulan berapa itu? Rp600 ribu buat beli rokok doang. Sementara Rp25.500 itu berapa persennya dari Rp600 ribu?," ucap Irma.

Ketua DPP Partai NasDem ini juga menegaskan, soal harga bukan satu-satunya faktor untuk menyetop budaya merokok. Cara paling ampuh itu adalah mendorong pola pikir perokok bahwa merokok membahayakan mereka.

"Ada pengetahuan yang tidak cukup bagaimana pentingnya menjaga kesehatan. Kalau mereka mengerti menjaga kesehatan, mereka tahu merokok itu, enggak bagus. Tapi faktanya, mereka enggak peduli," ucap dia.

Melihat kondisi seperti itu, Irma mendesak pembuat regulasi, termasuk pelontar wacana mengerek harga rokok, mengkaji lagi secara komprehensif. Baik dari segi harga, pemahaman masyarakat, pengalokasian keuntungan rokok ke sektor kesehatan, pembatasan tempat merokok dan sebagainya.

Untuk diketahui, jumlah perokok di Indonesia meningkat tajam. Salah satu penyebabnya beban cukai rokok yang rendah. Pertumbuhan jumlah perokok bisa ditekan dengan menaikkan harga rokok setinggi mungkin.
Sementara itu, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Manusia Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menjelaskan, dari survei diketahui 46 persen perokok mengaku berhenti merokok jika harganya lebih dari Rp50 ribu per bungkus. Harga itu naik sekitar 300 persen dari harga saat ini.

Dari survei juga diketahui bahwa 80,3 persen atau 976 responden mendukung kenaikan harga dan cukai rokok untuk membiayai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dukungan diberikan karena anggaran JKN selalu defisit setiap tahunnya.

"Butuh terobosan Presiden untuk memobilisasi cukai rokok guna menutup defisit dan sekaligus memperbaiki kualitas JKN. Presiden berjanji dalam Nawacita untuk menaikkan cukai rokok 200 persen," kata Hasbullah Thabrany seperti disampaikan Antara beberapa waktu lalu.(*)

Add Comment