Proyek Listrik 35 Ribu MW Diragukan Tercapai
JAKARTA (7 September): Selain dianggap terlalu muluk, proyek pembangkit listrik 35.000 MW juga kurang didukung komitmen pengembang swasta sebagai pihak ketiga, sehingga target proyek tersebut diragukan bisa dicapai.
Demikian menurut anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem Endre Saifoel.
“Pemerintah memang sudah menyiapkan PPA-nya (Power Purchase Agreement/Perjanjian Jual Beli Listrik). Tapi yang swasta ini yang lamban,” ujar Endre di kompleks DP Senayan Jakarta, Selasa (6/9).
Lebih jauh legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) ini mengatakan, mega proyek ini sesungguhnya tengah bermasalah bahkan tidak berjalan. Endre mencontohkan pembangunan PLTU di Bengkulu, pulau Baia. PPA-nya sudah berjalan delapan bulan. Namun sampai sekarang belum ada juga persiapan di lapangan. Padahal di sisi lain, tenggat waktu PPA hanya selama satu tahun.
“Yang mempunyai perjanjian dengan PLN itu harusnya melaksanakan secepat mungkin. Tapi sekarang belum juga jalan. Jadi kalau untuk target sampai tahun 2019, saya sangat pesimis tercapai,” tegasnya.
Disampaikan Endre, agar proyek 35.000 MW bisa berjalan pemerintah harus meminta keseriusan dari pihak swasta. Bila perlu mereka diminta untuk menaruh jaminan saat melakukan PPA.
“Sebelum agreement, taruh jaminan tanda keseriusan. Jangan seperti sekarang, setelah memreka mendapatkan agreement dari PLN malah agreement ini dijadikan untuk cari uang, baru dia bangun,” tukasnya.
Jaminan kesungguhan tersebut, lanjut Endre, bisa sebanyak 5 persen. Adapun untuk persiapan, bisa diberikan selama satu tahun.
“Jadi pasti, kalau gak dilaksanakan maka duit 5% itu menjadi milik negara,” terangnya lagi.
Menurut Endre, jika pemerintah ingin program 35.000 MW tidak gagal maka langkah pertama yang harus diambil adalah memperbaiki agreement.
“Perbaiki agreementnya, kalau ndak maka semuanya akan santai,” tutupnya.(*)