Disinyalir Ada Mafia Keimigrasian
JAKARTA (8 September): Sistem keimigrasian dinilai masih longgar dalam mengawasi arus keluar-masuk Indonesia. Terungkapnya kasus perdagangan manusia (human trafficking) di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu, disinyalir melibatkan oknum pegawai kantor imigrasi setempat.
"Persoalan itu terjadi karena banyak mafia yang berkolaborasi di dalamnya baik orang dalam maupun luar institusi keimigrasian itu sendiri," ungkap anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dari Fraksi Partai NasDem saat rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Rabu (7/9).
Salah satu model permainan dari oknum keimigrasian itu adalah keberadaan orang asing di Indonesia. "Misalnya, mereka mendapatkan stempel seakan sudah keluar dari Indonesia, namun nyatanya masih berada di Jakarta," ujar Roni.
Menurut dia, selama masih ada mafia di keimigrasian, berbagai kasus perlintasan manusia antarnegara akan selalu bisa terjadi. Politisi NasDem itu meminta secara tegas kepada Ditjen Keimigrasian agar melakukan pengecekan terhadap seluruh jajarannya dari tingkat pusat hingga daerah.
"Jika memang betul itu terbukti adanya keterlibatan dari oknum keimigrasian, tentu saja ini jelas sangat berbahaya," tegasnya.
Oleh karena itu, penerapan fasilitas bebas visa yang diberikan Indonesia kepada 169 negara lain, di satu sisi memang memberikan keuntungan. Namun di sisi lain, kebijakan ini mesti dibarengi dengan pengawasan ekstra dari pihak keimigrasian. Karena jika tidak, imbas positif hanya akan menjadi dalih bagi munculnya kasus serupa.*