Tata Ulang Perencanaan Ketahanan Energi Nasional

JAKARTA (4 Oktober): Tahun 2019 nanti, seharusnya sudah dilakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk pemenuhan energi dalam jangka panjang yang akan menjamin kebutuhan listrik rakyat, mendorong percepatan investasi, mempercepat kesejahteraan rakyat, serta dapat mendorong bangsa Indonesia menjadi negara industri maju.

Hal demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi saat menjadi nara sumber REKERTAS Dewan Ketahanan Nasional (WANTANNAS) yang mengangkat tema 'Penataan Kembali Perencanaan Ketahanan Energi Nasional,' di Jakarta, Selasa (4/10/2016).

"kurtubi-wantannas1"

Lebih jauh disampaikan legislator asal NTB itu, bahwa ketersediaan listrik dalam jangka panjang tanpa PLTN, akan menempatkan kesejahteraan rakyat dan ekonomi Indonesia selalu tertinggal dengan negara tetangga. Seperti terhadap Malaysia, Thailand dan Singapura bahkan bisa tertinggal dibanding Vietnam.

"Kapasitas dan konsumsi listrik di Indonesia saat ini hanya 1/5 kapasitas dan konsumsi listrik per capita Malaysia," uangkap politisi NasDem itu.

Dijelaskannya, kondisi kelistrikan Indonesia saat ini sangat menyedihkan. Hal ini terlihat dari kapasitas pembangkit listrik nasional yang sangat rendah. Sementara konsumsi listrik di Indonesia masih lima kali lipat dibanding Malaysia.

"Pendapatan perkapita kita dengan mereka separuhnya, Malaysia USD8 ribu per kapita per tahun, kita USD4 ribu. Tapi kalau konsumsi listriknya perkapitanya Malaysia lima kali lipat dari kita. Sementara Vietnam income per kapitanya setengah dari kita tapi konsumsi listriknya dua kali dari kita," paparnya.

Oleh karena itu, Kurtubi menilai perlu ada perubahan tata kelola yang selama ini dinilainya keliru. Karena membangun listrik 35 ribu MW saja sudah kelimpungan. Indonesia butuh empat sampai lima kali pasokan listrik dari kapasitas listrik yang ada saat ini.

"Sekarang ini kapasitasnya 60 ribu MW. 5 x 60.000 MW, bukan 35.000 MW yang harus kita punya," terangnya.

Situs Presiden RI.go.id menyebutkan, Indonesia baru memiliki 53.585 MW kapasitas listrik. Bandingkan dengan Tiongkok yang berpenduduk lima kali lipat dari Indonesia namun punya kapasitas 1,3 juta MW. Atau dengan Singapura yang berpenduduk 5,3 juta tapi mampu memproduksi 10.490 MW listrik.

Rasio elektrifikasi kita masih sebesar 81,5%, atau ada sekitar 40 juta penduduk yang belum tersentuh fasilitas listrik. Tidak hanya di wilayah pelosok, kota-kota besar di Pulau Sumatera dan Kalimantan juga kerap mengalami defisit listrik.(*)

Add Comment