Revisi UU ASN Asal Jangan Timbulkan Masalah Baru

JAKARTA (24 Januari): NasDem menyatakan persetujuannya terhadap perubahan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perubahan UU tersebut akan menjadi harapan besar dari para tenaga honorer kategori dua (K2) yang tersebar di daerah seluruh Indonsia.

Hal demikian disampikan Akbar Faisal dalam Rapat Paripurna DPR ke 17 Masa Persidangan 2016-2017, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/01).

“Saya yakin dari 560 anggota DPR saat turun ke dapil pasti banyak mendapatkan pertanyaan dari para tenaga honorer K2, salah satunya saya. Sejak periode pertama saya duduk di sini, saya tidak pernah henti-hentinya ditanyakan persoalan tersebut. Saya dan Fraksi NasDem setuju mereka menjadi pegawai,” ucap Akbar.

Lebih jauh politisi NasDem ini berpendapat, banyaknya tenaga honorer ini tidak terlepas dari kebohongan yang dilakukan oleh calon kepala daerah saat berkampanye.

“Dampak ini kalau saya lihat karena perilaku calon kepala daerah yang saat berkampanye dulu membohongi dan memberikan janji-janji palsu kepada mereka untuk dijadikan serta direkrut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Saat kepala daerah ini jadi, mereka menagih janji tetapi posisi PNS tidak ada. Untuk menghilangkan kekecewaan mereka diangkat menjadi pegawai tetapi hanya honorer,” jelas Akbar.

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini memberikan dua catatan bagi Pemerintah maupun DPR jika RUU ASN ini nanti disahkan. Terutama soal kesiapan keuangan negara dan pertimbangan pengangkatan pegawai honerer non Kategori dua (K2) lainnya.

Anggota Komisi III DPR RI ini memperkirakan, setidaknya 439 ribu tenaga honorer K2 jika dijadikan PNS maka negara akan terbebani kewajiban membayar Rp 23 trilliun per tahun untuk menggaji mereka.

“Sedangkan dalam anggaran tahun 2016 lalu saja Menteri Keuangan melakukan pemotongan APBN-P sebesar Rp 133 trilliun di beberapa kementerian/lembaga. Bagaimana kita bisa bayangkan beratnya beban anggaran negara kita,” papar Akbar.

Lebih jauh Akbar melanjutkan, negara perlu juga memperhatikan nasib pegawai honorer lainnya yang diperkirakan mencapai 1 juta orang. Jika pengangkatan ini dilakukan, setidaknya 50 persen anggaran daerah (APBD) diperkirakan juga akan terbebani untuk penggajian para pegawai tersebut.

“Kita sepakat saudara-saudara kita itu (harus) diangkat sebagai PNS, tetapi terkait hal ini, harus ada penjelasan pula yang logis dari DPR dan Pemerintah, dari mana uang itu? Ini yang menjadi pertanyaan saya. Jangan sampai mereka mengharapkan gaji, tetapi negara tidak bisa memberikan. Ini bisa menjadi persoalan. Kita ingin UU ASN diubah agar memberikan jalan keluar dari persoalan, bukan malah menimbulkan persoalan baru nantinya,” pungkasnya.(*)

Add Comment