NasDem Kecam dan Desak Ketua PB PMII Minta Maaf

PALU, SULTENG (18 Mei): Sambutan Ketua PB PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), Aminuddin Ma’ruf pada pembukaan Kongres XIX PMII di Palu, Selasa 16 Mei berbuntut panjang. Di media sosial facebook, pernyataannya menuai kecaman dari netizen. Tak kecuali, tokoh masyarakat Sulteng pun angkat bicara.

Pada saat memberikan sambutan di acara yang dihadiri, Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh nasional itu, Aminuddin Ma’ruf mengatakan sengaja membuat Kongres XIX PMII di Tanah Tadulako, Sulawesi Tengah. Di tanah ini katanya, adalah pusat gerakan radikalisme.

Lengkapnya, berikut petikan sambutan Ketua Umum PB PMII  yang mendapat kecamatan warga Sulteng itu:

“Bapak Presiden, senjaga kami membuat–melaksanakan Kongres ke-19 di tanah Tadulako di Provinsi Sulawesi Tengah, dengan tema Meneguhkan Konsensus Bernegara untuk Indonesia Berkeadaban.  Di tanah ini katanya, adalah pusat dari gerakan radikalisme. Bapak Kapolda senyum-senyum. Di tanah ini katanya, adalah pusat dari gerakan menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sengaja membuat kongres di tanah ini untuk membuktikan bahwa jika hadir PMII, jika ada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tidak sejengkal tanah pun di NKRI ini untuk mereka-mereka yang…(rekaman kurang jelas,red). Untuk mereka-mereka yang akan mengubah Pancasila sebagai dasar negara. Untuk mereka-mereka yang mengancam kedaulatan Kesatuan Negara Republik Indonesia….dst”

Tentu saja sambutan bernada tuduhan itu membuat warga Sulteng ‘marah’. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Ahmad M. Ali mengecam keras pernyataan Ketua Umum PB PMII.

“Ketua PB PMII Aminuddin Ma’ruf harus meminta maaf kepada masyarakat Sulteng, khususnya warga Palu secara terbuka. Dia harus menarik kembali pernyataan yang sudah disampaikan karena hal tersebut melukai hati warga Palu,” ujar Ketua DPW NasDem Sulteng itu.

Politisi NasDem ini mengatakan, terlalu kerdil dasar pikiran ketua PB PMII itu, jika alasannya memilih pelaksanaan Kongres PMII, karena wilayah ini sebagai tempat lahirnya radikalisme dan gerakan anti NKRI.

“Coba buka sejarah. Dari dulu sampai saat ini, mana ada gerakan anti NKRI di wilayah ini. Justru tokoh kita Guru Tua, pendiri Alkhairaat, berjuang demi NKRI,” katanya.

Jika kasus Poso dijadikan alasan, untuk menilai Sulawesi Tengah sebagai tempat tumbuhnya radikalisme dan anti NKRI menurut Ahmad Ali, pun juga tidak mendasar. Karena konflik yang terjadi di Poso bukan konflik idiologi. Lagi pula katanya, Poso hanyalah wilayah kecil dari Sulawesi Tengah. Apa yang terjadi di Poso bukan merupakan gambaran umum kondisi Sulawesi Tengah.

Di bagian lain, Ahmad Ali pun mendesak agar Ketua Umum PB PMII itu menarik kembali pernyataannya dan meminta maaf. Bila yang bersangkutan tidak melakukannya, dia minta agar kongres itu dibubarkan.

“Jika hal tersebut tidak dilakukan, saya siap memimpin massa untuk menghentikan proses Kongres yang sedang berlangsung,” sambungnya.

Ahmad M. Ali juga menjelaskan yang disampaikan Ketua PB PMII adalah hal yang tidak beretika untuk disampaikan kepada publik.

“Tanah Tadulako salah satu daerah yang memberikan kedamaian dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),tidak bisa disampaikan bahwa Tanah Tadulako ini merupakan pusat radikal serta gerakan menentang NKRI. Itu pernyataan yang tidak mendasar,” katanya.

Lebih jauh Ahmad Ali juga memaparkan, seorang Ketua PB PMII seharusnya tidak boleh berkata demikian. Apalagi hal tersebut menjadi alasan untuk memilih kota Palu sebagai pelaksanaan Kongres, ini keliru jika disampaikan.

“Apalagi hal ini disampaikan oleh seorang pucuk pimpinan, tidak layak menyampaikan seperti itu,” sambungnya. (*)

Add Comment