Freeport Melunjak, Ahmad Ali Berontak
Getting your Trinity Audio player ready...
|
Oleh: Lalu ZulQarnain
Penolakan PT. Freeport atas kesepakatan yang dibangun dengan pemerintah Indonesia belakangan ini mengundang reaksi keras banyak kalangan. Sebagaimana dikabarkan belum lama ini, perubahan status PT. Freeport dari Izin Usaha ke Kontrak Karya mengharuskannya melepas 51% sahamnya kepada pemerintah Indonesia. Langkah pemerintah ini dinilai mayoritas rakyat Indonesia sebagai langkah yang sangat tepat untuk meningkatkan Ekonomi Indonesia melalui sektor tambang bagi kemaslahatan bangsa.
Setengah abad lebih PT. Freeport mengeksploitasi kekayaan Indonesia, pada kenyataannya belum memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Sehingga langkah pemerintah melalui status Kontrak Karya mewajibkan PT. Freeport mendivestasikan 51% sahamnya kepada Indonesia.
Namun rencana pemerintah ini ternyata tidak berjalan mulus. Penolakan PT. Freeport atas kebijakan ini mengundang reaksi keras rakyat Indonesia. Ahmad M. Ali, menilai Freeport telah merendahkan hukum dan konstitusi kedaulatan Bangsa Indonesia.
Dalam pemberitaan di banyak media, Ahmad M. Ali selaku Wakil Rakyat yang berada di Komisi VII DPR RI menyebutkan bahwa Freeport memang tidak punya itikad baik terhadap bangsa Indonesia, kecuali sebatas mengeksploitasi kekayaan alam kita.
‘Sulit untuk tidak mengatakan bahwa apa yang dilakukan PT. Freeport telah memberi kesan tidak etis. Bahwa mereka tidak punya itikad baik dalam mewujudkan kesejahteraan Rakyat Indonesia’ begitu ungkap Ahmad Ali di beberapa media.
Kritik wakil rakyat dari Fraksi NasDem ini memberi penegasan atas keseriusan Pemerintah dan Partai NasDem dalam membela dan memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi Negara pasal 33 UU 1945, bahwa kekayaan Indonesia harus berorientasi seluas-luasnya bagi kesejahteraan Rakyat Indonesia.
Sikap dan kritik tegas ini hemat saya menilai sebagai langkah kongkrit untuk menjadi perhatian PT. Freeport terhadap kedaulatan hukum Indonesia. Mereka (PT. Freeport) tidak boleh seenaknya mengeruk kekayaan Indonesia. Tetapi lebih pada kerjasama yang saling menguntungkan antara PT. Freeport sebagai pengelola, dan Indonesia sebagai pemilik.
Kalaupun hal tersebut tidak diindahkan, pencabutan kontrak PT. Freeport di Indonesia menjadi langkah yang sewaktu-waktu menjadi opsi terakhir pemerintah Indonesia.
Sebagai anak bangsa Indonesia, kritik tegas yang dilakukan wakil rakyat tersebut sepenuhnya kami apresiasi dan terus didukung. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas kepada PT. Freeport bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat dan memiliki hukum yang yang harus dipatuhi oleh tamu (PT. Freeport), atau siapapun yang berada di teritori Indonesia. (*)
*Lalu ZulQarnain, Mahasiswa ABN asal DPW NasDem Sulawesi Tengah