Yahdi Ingin Warga Kota Palu Jadi Subyek Pembangunan
PALU, (15 Maret): Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Yahdi Basma, membangun dan konsolidasikan puluhan organisasi rakyat di Kota Palu dalam Sanjayo-nya (baca: Safari) selang 6 (enam) bulan ini di seluruh Kelurahan se kota Palu, Sulawesi Tengah (sulteng). Puluhan organisasi rakyat ini, dibangun dengan semangat bertajuk nasionalisme pinggiran kota.
"Frasa Pinggiran Kota itu bukan soal geografi di pinggir Teluk Palu, tapi pinggiran dalam definisi substansial, yakni warga dari berbagai latar dan profesi di Palu yang kurang memiliki akses informasi dan dampak konkrit atas benefit pembangunan kota. termasuk Warga yg jauh dari akses proses penyelenggaraan pemerintahan," ujar Yahdi Basma, di sela pelaksanaan Rapat Kerja Organisasi Tadulako Mandiri Kelurahan Tondo, di Baruga Kantor Kelurahan Tondo, Rabu (14/3).
Yahdi mengaku, sudah bertemu dengan berbagai lapisan masyarakat di ratusan titik Temu Warga, bahkan warga yg berdomisili di pusat kota. Banyak dari mereka tidak mengerti, apa, dari mana dan untuk apa itu APBD.
"Nah, mustahil rakyat hendak kita dorong jadi Subjek Pembangunan, kalau hal ikhwal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) saja tak pahami tuntas. Saya ingin konkrit, agar frasa subyek pembangunan itu bukan hanya retorika, norma di atas kertas dan pidato-pidato ferbal pejabat pemerintahan," sebut Anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulteng, Fraksi NasDem ini.
Salah satu Dewan Pendiri Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA'98) ini, memang sejak Agustus 2017, meluncurkan program perjuangannya bertajuk Nasionalisme Pinggiran Kota, di Gebyar Peringatan HUT RI 17 Agustus 2017 lalu. Hingga kini, ia mengaku telah membangun dan memfasilitasi terbentuknya 32 organisasi rakyat berbasis kelurahan dari 46 Kelurahan se Palu, 4 organisasi rakyat berbasis Kawasan dan 6 organisasi rakyat berbasis Komunitas di Kota Palu.
Bagi Yahdi, memfasilitasi keinginan kelompok masyarakat berkumpul membentuk wadah atau organisasi perjuangan adalah sebuah keharusan konstitusional. Sebab, selain kebebasan berserikat dijamin Konstitusi UUD 1945, juga karena tuntutan tugas konstitusional sebagai Wakil Rakyat untuk memastikan bahwa masyarakat miliki media dan struktur dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Banyak hal yang mendorong Yahdi membentuk dan fasilitasi pengorganisasian instistusi masyarakat ini. Dia ingin masyarakat punya sence of belonging, rasa memiliki atas program Pemerintah.
Lebih jauh Yahdi contohkan, misalnya PERDA Kota Palu tentang Penanganan Sampah.
"Sebut saja, Program Kota Perang Lawan Sampah. Tentu mustahil bisa aplikatif jika warga tidak temukan chemistry nya berupa rasa memiliki. Warga harus merasa bahwa program itu bukan semata milik pemerintah, tapi justru milik warga. Nah, 32 Organisasi di 32 Kelurahan yg sudah kami bentuk ini, terlibat aktif diskusi soal Sampah dan Keamanan Lingkungan, sehingga mereka turut komitmen mencantumkan Perang Lawan Sampah sebagai program organisasinya," terang Yahdi.
Dilanjutkan Yahdi, visinya di masa depan, sejumlah organisasi warga atau masyarakat Kota Palu yang solid dengan berbagai latar belakang itu, mampu miliki tools sebagai kompas bagi warga masyarakat untuk mengukur kinerja pembangunan serta sebagai mekanisme kontrol publik atas aktivitas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam catatan media, Yahdi memang memulai debut pengorganisasian sejak HUT RI 2017 yang kala itu kerja sama dengan relawan Ahmad M Ali memfasilitasi pesta rakyat sedikitnya di 9 Kelurahan se Kota Palu. Mulai dari Festival Kicau NasDem atau Lomba Minat Burung Kicau di Warkop Aweng, Jalan Samratulangi Palu, multi lomba rakyat mulai dari Sepakbola Dangdut Ibu-ibu, Panjat Pinang, Makan Kerupuk, Lari Kelereng, Diskusi Kebangsaan, hingga Upacara Bendera versi warga di Nelayan Teluk Palu Tondo, Mantikulore, dan Warga Kaki Gunung di Dusun Lekatu Kelurahan Tipo, Ulujadi. (*)