Melawan Predator Demokrasi
JAKARTA, (21 April): Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem
Bidang Media dan Komunikasi Publik Willy Aditya mengingatkan demokrasi
kita saat ini sedang berada dalam ancaman para predator demokrasi berotak
reptil yang menghalalkan segala cara demi meraih simpati publik.
"Produk
kebencian melalui media itu direproduksi secara terus menerus dan itu
yang menjadikan kita terpecah belah," kata Willy saat ditemui di
Jakarta, Jum'at (20/4).
Menurut Willy, fragmentasi inilah yang kemudian menjadi satu hal yang membuat masyarakat kita benar-benar terpecah belah.
BACA JUGA : Politik adalah Perang Kebajikan MelawanKeburukan
"Kita hidup di demokrasi liberal yang karakter orang itu predator saling bunuh," kata Willy.
Inilah
yang kemudian menurut Willy menjadi kompetisi yang free fight,
gontok-gontokan, karena semua orang ingin menang dan ikut pertarungan
bebas maka berbagai cara pun dilakukan.
"Tidak hanya saling
bunuh ke luar tapi juga ke dalam. Orang melupakan kultur, melupakan
etika, yang penting adalah menang, karena tidak ada hukumannya," kata
Willy.
Willy melanjutkan, benang merah demokrasi Indonesia
saat ini ibarat kawin silang antara Jahiliyah Arab dengan Cowboy
Amerika. Karena menurutnya yang diproduksi adalah kampanye kebencian
sama persis dengan apa yang terjadi di Pemilu Amerika beberapa saat yang
lalu.
"Ini terjadi di Amerika dan sekarang kita sama persis," ujar Willy.
Problem
berikutnya, kata Willy, adalah ketika demokrasi Indonesia disusupi
aktor politik dengan otak reptil di mana yang dilakukan adalah
mereproduksi apa yang menjadi emosi dari publik.
"Karena
politik (dengan otak reptil) itu tidak penting lagi masalah benar atau
salah, yang dilihat kemudian hanya dari perspektif emosi publik," kata
Willy.
Untuk itu, lanjut Willy, inilah problem yang harus kita
belajar dari negara Amerika satu dari representasi negara dengan
demokrasi yang matang, yang membuat Hillary kalah akibat kampanye
kebencian yang dilakukan terus menerus oleh Trump melalui media.
"Siapa
yang disukai dan tidak disukai itu yang kemudian dilintir dieksploitir
sehingga melakukan yang dinamakan politik kebencian," pungkas Willy.