Surya Paloh Gelisah Adanya Intoleransi di Indonesia

BANDA ACEH, (12 Mei): Di sela kunjungannya ke Provinsi Aceh, Tokoh Nasional Surya Paloh secara khusus berkunjung ke Universitas Unsyia dan memberikan kuliah umum tentang kebangsaan kepada para mahasiswa Unsyiah.

Surya menuturkan sudah sepatutnya bangsa Indonesia merasa bangga dapat hidup dengan damai di Tanah Air. Indonesia menjadi negara adidaya dikatakan oleh Surya bukan sebuah mimpi di siang bolong.

"Ini obsesi besar diri saya, bahwa bukan mimpi yang konyol memungkinkan kita jadi bangsa adidaya. Saat ini kita hidup di negara yang memiliki seluruh persayaratan yang dibutuhkan untuk jadi bangsa hebat, negeri perkasa," tuturnya Surya, Jumat (11/5).

Lebih rinci Surya menjelaskan bahwa Tanah Air ini merupakan sebuah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan bagi bangsa Indonesia. 17 ribu pulau dengan 3/4 luas lautannya menjadi sebuah keintungan tersendiri bagi anak bangsa yang mampu memaksimalkan sumber daya alam tersebut.

"Tanahnya bukan kayak Timur Tengah pasir semua, tumbuhan sulit hidup. Di kita semua bisa tumbuh mulai dari singkong, sawit, belum lagi kekayaan mineral bautsit, uranium apa saja ada. Demikian laut kita, gas bumi bbm, semuanya," jelasnya.

Namun, kendati demikian Surya juga tidak menutup mata bahwa bangsa ini sejatinya belum sepenuhnya dapat berdiri secara tegak. Masih banyak hal-hal yang membuat dirinya gelisah menyikapi keadaan Indonesia saat ini, khususnya masalah intolernasi

"Saya masih gelisah jiwa saya belum tenang, masih bergolak dengan rasa protes gelisah, terhadap situasi kebangsaan. Saya sepakat darurat intoleransi, negara yang penuh spirit toleransi kini semangat itu mulai mengecil," ujarnya.

Untuk meningkatkan toleransi dikatakan oleh Surya bangsa ini membutuhkan sebuah keteladanan. Keteladanan tersebut bisa datang dari manapun, baik itu pemimpin formal maupun informal.

"Empati sosial kita rendah sehingga negara ini masih kalah dengan negara lain," paparnya.

Lebih lanjut Surya menekankan bahwa sejatinya Indonesia perlu mendapatkan tawaran baru gerakan perubahan untuk mengubah mindset empati sosial masyarakat. Bangsa inj harus berhenti melakukan kebiasaan jelek yang lebih sering menyalahkan orang lain dibandingkan melihat kesalahan pada diri sendiri.

"Kita tertatih-tatih karena sandiwara. Potret sosial saat ini bukan potret sosial yang sehat. Potret sosial yang sakit," ungkapnya. (Uta/*)

Add Comment