Parpol Bukan untuk Kepentingan Pragmatisme

JAKARTA, (4 Juli): Sebagai sebuah instrumen dalam negara yang menganut sistem demokrasi, partai politik (parpol) tidak bisa berjalan berdasarkan kepentingan-kepentingan pragmatisme. Parpol harus berjalan dengan mempertimbangkan kemampuan dan kapabilitas visi misi dalam menyediakan, mengusung, maupun mendukung para calon pemimpin di negara demokrasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dalam kesempatan wawancaranya khususnya dengan Pemimpin Redaksi Metro Tv Don Bosco Selamun di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Rabu (4/7).

Visi misi, kemampuan kepemimpinan, serta ketulusan dari para calon pemimpin untuk mau melayani menjadi hal yang paling penting yang perlu dipertimbangkan oleh setiap parpol dalam mengusung para kandidat. Dukungan yang diberikan dengan pertimbangan pragmatisme hanya akan menghasilkan calon pemimpin yang tidak bisa membawa perubahan ke arah lebih baik.

"Sejujurnya sejalan dengan politikal gagasan NasDem untuk membawa gerakan perubahan restorasi bangsa ini. Ini kan menyangkut peradaban kita juga," tutur Surya lebih lanjut.

Dengan meninggalkan kepentingan pragmatisme, Surya mengklaim hal tersebut berbuah manis bagi NasDem dalam perhelatan pilkada serentak 2018 lalu. Dari 17 provinsi yang melaksanakan pemilihan gubernur (piglub), calon kepala daerah usungan NasDem mampu meraih kemenangan di 11 daerah.

"Bagimanapun esensi dari keberadaan pilkada secara langsung ini kan untuk memilih putra putri terbaik bangsa agar bisa menduduki posisi strategis baik di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota," paparnya.

Surya menekankan, salah satu komitmen NasDem dalam meninggalkan hal pragmatisme dalam mengelola parpol ialah dengan menerapkan gagasan politik tanpa mahar ketika mendukung calon yang diusung oleh partai. Politik tanpa mahar merupakan wujud NasDem untuk merubah kelaziman politik uang yang sudah lumrah dilakukan oleh parpol yang ada.

"Dari satu kelaziman menurut kita harusnya diperbaiki ke arah kelaziman yang baru," paparnya.

Berdasarkan pengalamannya selama 50 tahun berkecimpung dalam dunia politik, Surya menjelaskan bahwa mahar politik kerap menghambat para calon pemimpin berintegritas untuk maju bersaing. Seringkali para orang-orang hebat yang mempunyai kemampuan kepimpinan yang baik memiliki tingkat elektabilitas yang rendah karena tidak mampu mempromosikan dirinya melalui parpol sebagai kendaraan politik karena terhambat oleh mahar.

"Perpaduan ini harus dihitung baik-baik oleh NasDem dalam mengatur strateginya, hal ini lah yang memungkinkan kita dalam menjaga roh idealisme kita sebagai institusi parpol," paparnya.

Diakui oleh Surya, politik tanpa mahar merupakan angin kuat yang mampu mendorong NasDem mencapai cita-citanya untuk menang minimal urutan 3 besar dalam Pemilu serentak 2019 mendatang. Suara pemilih yang memiliki hati dan empati masih banyak di Indonesia, para pemilih tersebut harus didekati dengan pendekatan yang rasionalitas salah satunya dengan mencegah praktik korupsi melalui politik tanpa mahar.

"Saya akui memang betul, politik tanpa mahar merupakan unsur penopang yang mendorong kekuatan NasDem bagaikan pesawat yang kena angin dari arah belakang hingga bisa melaju. Kami menempatkan calon tanpa biaya apapun," tuturnya.

Jika mau mengikuti arus politik menggunakan mahar dalam mencalonkan pemimpin, Surya menuturkan NasDem sebetulnya bisa meraup potensi keuntungan mencapai 1 triliun rupiah dari para calon yang didukung. Namun, dikatakan oleh Surya untuk mencapai sebuah perubahan yang lebih baik memang membutuhkan sebuah pengorbanan.

"Kalau ini kita pertahankan dari waktu ke waktu secara konsisten, mungkin bukan saya yang akan rasakan hasilnya. Mungkin, anak cucu kita yang merasakan, namun sebaliknya kalau kita tidak mulai dengan akal sehat kita lantas siapa yang akan memulainya." tuturnya.

Wawancara eksklusif Don Bosco dengan Surya Paloh di atas dapat disaksikan dalam program khusus Metro TV yang akan ditayangkan pada Kamis (5/7) malam. Dalam kesempatan tersebut Surya juga membahas tentang pencalonan kembali presiden Joko Widodo. (Uta/*)

Add Comment