Ketua Fraksi NasDem Sebut Tak Pantas APBN Biaya Saksi Parpol
JAKARTA (19 Oktober): Ketua Fraksi NasDem DPR, Ahmad M Ali mengatakan, Fraksi NasDem menolak keras usulan Komisi II DPR untuk memasukkan dana saksi ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia menganggap itu hal yang tidak patut dan sudah seharusnya biaya saksi menjadi tanggung jawab partai.
"Kami tetap menolak dana saksi dimasukan ke dalam APBN. Tidak pantas APBN dipakai untuk membayar biaya saksi partai politik," ujar Ahmad, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/10).
Bendahara Umum NasDem itu juga mengatakan, pengaturan saksi dan pembiayaannya sudah masuk ke ranah yang sangat teknis kepartaian. Selain tidak efektif, hal itu juga sangat tidak etis bagi masyarakat yang mengetahui dengan pasti bahwa beban ekonomi dan APBN negara saat ini cukup berat.
Legislator asal Sulawesi Tengah itu mengatakan, lebih masuk akal jika dana diberikan dalam bentuk penambaham dana pembinaan partai. Dana itu kemudian dapat digunakan parpol untuk memaksimalkan pengkaderan di berbagai daerah.
"Rasanya itu lebih urgent untuk pengkaderan. Karena kalau pengkaderan partai baik, tidak perlu susah payah mencari dan membayar saksi. Kader-kader partai yang militan pasti akan turun untuk memastikan pemungutan dan penghitungan suara tidak ada kecurangan," ujar Ahmad Ali seperti dikutip dari mediaindonesia.com.
Dia tidak menampik dana saksi menjadi salah satu beban besar bagi setiap parpol. Parpol pasti kesulitan mengumpulkan biaya untuk membayar saksi, hingga akhirnya mengusulkan kepada pemerintah agar dana saksi masuk APBNl.
"Memang kalau mau dibilang apa partai butuh bantuan dana untuk saksi pasti jawabannya iya. Karena jumlahnya cukup besar. NasDem pun merasakan itu. Tapi rasanya tidak pantas dan relevan jika itu dibebankan pada APBN," ujar Ahmad.
Meski begitu, ia berharap fraksi- fraksi di DPR konsisten untuk menolak dana saksi dibebankan ke APBN. Sama seperti sikap yang ditunjukkan mayoritas fraksi di DPR menjelang Pemilu 2014.
"Selain itu, bila memang ingin demikian, seharusnya tidak diminta secara mendadak. Mengapa tidak sejak pembahasan UU Pemilu. Kalau sekarang, waktu sudah dekat berupaya melakukan itu. Rasanya tidak elok dilihat masyarakat," tutup Ahmad. (MI/*)