Jokowi dan Warung di Tepi Jalan

Penulis: Gantyo Koespradono

PAGI itu saya dan keponakan sedang makan soto ayam di warung soto  "Pak Man" yang lokasinya tak jauh dari pasar burung Kampung Kali Semarang.

Warung soto Pak Man tak pernah sepi pengunjung. Pagi itu saat akan masuk ke warung soto tersebut, bangku panjang sudah terisi semua.

Begitu ada pelanggan yang sudah berkemas-kemas meninggalkan warung, saya pun bergegas masuk agar makan pagi kami di hari itu terasa nikmat. Menikmati nasi soto dan lauk tempe goreng yang renyah.

Dari obrolan pemilik warung dan petugas, saya mendengar informasi bahwa Presiden Joko Widodo hari itu (Sabtu 20 Oktober) akan makan siang di warung Pak Man.

Namun, karena situasi tidak memungkinkan,  makan siang soto ayam di warung Pak Man dipindahkan ke tempat lain. Belakangan saya mendapat info Jokowi "nyoto" di Soto Bangkong yang terkenal itu.

Jalan di depan warung Pak Man memang tidak terlalu lebar. Bangunan warung menempel di di dinding sebuah bangunan. Sepertinya bangunan liar.

Baguslah Jokowi tidak ke warung ini. Pasalnya jika itu dilakukan Jokowi, kubu sebelah bisa jadi akan melemparkan isu Jokowi  makan di warung ilegal. Jokowi makan di "restoran" yang tidak bayar pajak. Jokowi pencitraan dan lontaran minor lainnya.

Hari itu Jokowi memang sedang berada di Semarang, antara lain bertemu dengan para caleg DPR-RI dan DPRD dari sembilan partai pendukung yang nyaleg di Jawa Tengah. 

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menyaksikan pelantikan dan konsolidasi Tim Kampanye Daerah (TKD) Koalisi Indonesia Kerja Jawa Tengah di Panti Marhaen.

Sebagai caleg dari Partai NasDem yang mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, saya tentu berkepentingan hadir di acara tersebut.

Untuk diketahui, saya adalah caleg DPR-RI nomor urut 7 di Dapil Jawa Tengah 2 yang meliputi Kabupaten: Demak, Kudus dan Jepara.

Kami sudah berada di Panti Marhaen sejak pukul 11:00, padahal Jokowi baru tiba di lokasi acara pukul 13:15. Kabar yang saya beroleh, Jokowi salat dulu di sebuah masjid yang lokasinya tidak jauh dari tempat acara. 

Datang ke Panti Marhaen, Jokowi mengenakan baju koko putih. Seperti biasa, dia dikerubuti para hadirin yang ingin berswafoto dengannya. 

Ia selalu menyalami orang-orang yang ada didekatnya. Sama seperti hari sebelumnya saat ia jalan-jalan di Mal Paragon. Semua orang yang ingin bersalaman dan berswafoto dilayani. Ia tak berjarak dengan rakyatnya.

Jokowi tampaknya bisa menyesuaikan diri. Ia ke Semarang dan memberikan pembekalan kepada para caleg dan anggota TKD Jateng  bukan sebagai presiden, melainkan sebagai calon presiden. "Baju" kepresidenannya ia lepaskan.

Oleh sebab itu ia pun pastinya memaklumi jika seusai acara, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meninggalkan Panti Marhaen lebih dulu ketika Jokowi masih melayani door stop para wartawan. 

Bersatu dan melebur dengan rakyatnya sudah menjadi napas sehari-hari Jokowi.

Jika pun akhirnya Paspampres mengizinkan Jokowi "nyoto" di warung soto Pak Man tempat saya sarapan, sepertinya juga tidak masalah buat Jokowi.

Karena itu saya bisa memahami jika dalam kesempatan bertatap muka dengan para caleg, Jokowi minta agar para caleg door to door bertemu dengan rakyat.

Harapan itu diulang saat Jokowi menghadiri ulang tahun Partai Golkar beberapa hari lalu. Jauh sebelumnya, hal itu juga sudah disampaikan saat Jokowi memberikan pembekalan kepada para caleg DPR-RI Partai NasDem bulan Agustus lalu.

Terus terang, sebagai caleg dari sebuah partai yang fokus dan serius mendukung Jokowi, saya belum maksimal merealisasikan apa yang diharapkan Jokowi. Padahal target kemenangan (suara) yang dicanangkan Jokowi dalam Pilpres 2019, khusus untuk Jawa Tengah, tidak main-main, 70-80 persen.

Ini jelas tantangan tersendiri buat para caleg dan sembilan partai pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja jika lima tahun ke depan kita tetap menginginkan sosok presiden yang tetap merakyat dan tidak canggung jika diajak makan di warung pinggir jalan.[]

Penulis adalah caleg DPR-RI NasDem nomor urut 7 Dapil Jawa Tengah 2.

Add Comment