a

Jepara Potret Kemajemukan Indonesia

Jepara Potret Kemajemukan Indonesia

SEMARANG (26 Desember): Calon anggota legislatif DPR-RI Partai NasDem Gantyo Koespradono meyakini bahwa Jepara adalah potret kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya sangat mencintai toleransi dan kemajemukan.

Dilaterbelakangi kenyataan itu Gantyo mengaku sangat terkejut mendengar kabar bahwa di kabupaten itu ada umat Kristiani yang masih mengalami kesulitan dalam beribadah dan membangun rumah ibadah.

"Saya berharap kasus semacam itu hanya lantaran salah persepsi dan kurangnya komunikasi di antara pihak-pihak terkait," katanya di Semarang sebelum mengunjungi dapil Jateng 2 (Kudus), Rabu (26/12).

Jemaat Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) RT 02 RW 06 Dermolo, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara terpaksa harus melakukan long march (jalan panjang) sejauh 7 km untuk bisa beribadah Natal pada Selasa (25/12). 

Gereja yang sudah berdiri 16 tahun yang lalu masih dilarang digunakan untuk beribadah. Jemaat harus berjalan sekitar satu jam lebih untuk bisa beribadah ke gereja lain di daerah Beji Kecamatan Keling.

"Kami tidak bermaksud untuk mendemo pemerintah, atau membuat keonaran dan kerusuhan. Ini kami kakukan secara damai," kata Pendeta Theofillus Tumijan.

Gantyo yang oleh Partai NasDem ditempatkan di Dapil 2 (antara lain Kabupaten Jepara) menegaskan bahwa di Jateng khususnya Jepara, seperti juga daerah lain di provinsi  ini  merupakan daerah yang aman dan tenteram dengan tingkat toleransi yang tinggi. 

Menurut dia, tidak pernah ada dalam sejarah ada sikap intoleransi  muncul dari Jepara. Di Jepara pula lahir RA Kartini. "Perjuangan Kartini tidak hanya meniadakan diskriminasi gender laki-laki dan perempuan, tapi implisit juga ingin melenyapkan semua bentuk diskriminasi demi tercapainya keadilan," ujar Gantyo.

Jepara, masih menurut mantan wartawan Media Indonesia itu dikenal sebagai daerah toleran dan nondiskriminasi. Jepara, tegasnya, adalah potret kemajemukan Indonesia.

"Siapa pun di Jepara ini pasti menolak bahwa diskriminasi yang sudah ditolak Kartini ratusan tahun lalu justru hidup lagi di zaman ini," katanya.

Ia berharap pihak-pihak terkait duduk satu meja dan menyelesaikannya dengan baik-baik supaya tidak muncul saling curiga. 

Gantyo mengatakan kebinekaan di negeri ini sudah selesai. "Jangan sampai peristiwa ini membuat kehebatan Jepara dalam bertoleransi ternoda dan membuat malu orang Jateng, juga pimpinan daerahnya," tegas Gantyo.*

Add Comment