Simak Perjuangan Wanda Hamidah dari Reformasi ke Restorasi

JAKARTA (10 Januari): Caleg DPR RI Partai NasDem Dapil DKI Jakarta I nomor urut 2 Wanda Hamidah menjadi bagian dalam perjuangan mencapai reformasi.  Meski dibayangi rasa kekhawatiran, dia lebih memilih bertahan pada idealismenya untuk berjuang mengakhiri masa kelam orde baru.

Kisah dan semangat perjuangan Wanda dalam melewati masa-masa krisis orde baru dan cara dia memandang masa depan bangsa Indonesia diulasnya dalam program persembahan Media Center Partai NasDem Ngopi Sore episode Membangun Potensi Perempuan Indonesia bersama pembawa acara Gantyo Koespradono, Rabu (9/1).

“Tentunya sebagai mahasiswa idealisme yah. Sebetulnya idealisme itu harus dimiliki siapa pun bukan hanya mashasiswa tetapi mahasiswa masih memiliki idealisme yang kuat pada saat itu,” ungkapnya.

Wanda menceritakan aksinya bersama teman-teman mahasiswa dalam menuntut berakhirnya masa orde baru yang dilandasi berbagai faktor di antaranya adalah bagaimana menurunnya kondisi ekonomi hingga krisis moneter ditambah hadirnya faktor politik yakni ingin keluar dari rezim otoriter.

“Di dalam setiap perubahan sistem suatu negara gerakan apa pun kalau kita bisa lihat di negara mana pun pasti ada mahasiswa di garda terdepan. Kita harus bisa merasakan apa yang masyarakat rasakan, harus juga bisa menjadi penyambung lidah rakyat, harus bisa juga menginterpretasikan keinginan rakyat pada saat itu,” ungkapnya.

Ketua Garda Wanita NasDem DKI Jakarta ini menceritakan bagaimana krisis moneter mengakibatkan dia dan kawan-kawan mahasiswa melihat banyak anak yang harus putus sekolah. Membaca buku pun sangat dibatasi dan hidup dalam bayang-bayang kekerasan.

“Kita tahu para aktivis yang kritis itu pada saat itu diculik, disiksa dan banyak yang meninggal dunia jadi resiko-resiko itu harus kita hadapi jadi betapa mencekam dan mengerikannya pada saat itu ketika kita bersikap kritis terhadap pemerintah,” ungkapnya.

Wanda yang kala itu berada di tingkat 2 perkuliahan bersama kawan-kawannya melihat bahwa kekuasaan selama 32 tahun itu amatlah tidak sehat. Tapi baginya reformasi juga bukanlah akhir dari segalanya melainkan sebuah awal perjuangan yang tidak boleh berhenti alias harus istiqomah.

“Perubahan sistem politik itu harus juga kita sertakan dengan perubahan kultur politik. Ini juga menjadi pekerjaan rumah kita dari reformasi ke restorasi,” tambahnya.

 

Menurutnya pasca lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998 silam masih banyak hal-hal yang belum tuntas di negara ini dan menurutnya butuh perjuangan tiada henti.

“Secara konseptual agenda reformasi sudah sesuai dengan aspirasi mahasiswa yang menumbangkan rezim Soeharto tahun 1998, namun tetap perjuangan harus terus dijalankan. Apalagi, saat ini demokrasi di Indonesia masih diperburuk dengan adanya money politic (politik uang),” katanya.

Wanda melihat di dalam tubuh Partai NasDem terdapat konsistensi untuk menjalankan amanat reformasi di antaranya adalah penerapan politik tanpa mahar. 

“Makanya saya sekarang ada di Partai NasDem karena NasDem anti mahar dan menolak segala bentuk politik uang,” tambahnya.

Menurut Wanda, budaya tak bermoral seperti politik bermahar itu harus dapat dilawan dan direstorasi dengan memberikan pendidikan politik dan contoh yang baik dan komprehensif kepada masyarakat. Dengan begitu masyarakat akan lebih sadar dengan nilai-nilai demokrasi.

“Sebaiknya masyarakat juga tidak tertaik dengan politik uang yang masih mengganjal politik uang itu hanya menghasilkan poiltisi-politisis korup,” tandasnya.(*)

Add Comment