Pikiran Kecil di Awal Kebangkitan Partai NasDem
Oleh Amato Assagaf, Kader NasDem Manado
PEMILU 2019 menandai apa yang saya sebut sebagai periode kebangkitan pertama Partai NasDem. Kita boleh merasa bangga atas pencapaian ini, bersyukur atas semua itu dan menikmati hasilnya. Tapi saya tidak menyebut “kemenangan” karena hal itu masih jauh panggang dari api.
Kebangkitan Partai NasDem pada 2019 ini dapat menjadi pedang bermata dua bagi para kadernya. Mata pedang yang satu akan mengarah ke luar untuk membantai setiap lawannya tapi mata pedang lainnya dapat memusnahkan sesama kader partai. Sejauh kita merasa telah menang, sejauh itu pula kita akan lengah.
Sebagai aktivis organisasi di tahun-tahun yang gelisah dalam pemerintahan Orde Baru, saya mempelajari satu logika politik yang terus menjadi jelas hingga saat ini. Yakni, bahwa dalam politik kita tidak kalah karena lemah tapi karena lengah. Karena itu, saya tidak pernah melihat kemenangan bersama sebagai tujuan yang mudah.
Kemenangan dalam kerangka kepartaian mestinya adalah perwujudan dari semua cita-cita partai. Dan sejauh politik dipahami secara filosofis sebagai peristiwa dalam ruang publik yang ditandai oleh antagonisme antara kehendak akan kekuasaan dengan tuntutan akan kebebasan, maka kita masih perlu berbenah.
Salah satunya adalah dengan membentuk kader partai yang mumpuni dalam mengisi ruang-waktu politik republik. Menyusun langkah menuju kekuasaan tanpa meluputkan idealisme dan kehilangan ideologi. Kita membutuhkan pendidikan politik di tingkat kader Partai NasDem.
Pendidikan politik yang menjangkau jauh ke dalam. Memberikan pemahaman yang dapat membentuk kesadaran bersama para kader akan ideologi dan cita-cita Partai NasDem sebagai sebuah organisasi politik, serta menyiapkan lahirnya para politisi partai yang siap melayani rakyat dan bangsa ini.
Maka, dalam kerangka Partai NasDem, berarti suatu rangkaian pendidikan yang dapat memberikan setidaknya empat hal bagi para kader yang mengikutinya.
Pertama, pendidikan ideologi kebangsaan. Dengan itu dimaksudkan Pancasila sebagai dasar ideologis dari seluruh anasir politik gagasan Partai NasDem. Di sini dibicarakan soal-soal yang sangat mendasar dalam kaitannya dengan realitas sosio-politik dan sosio-ekonomi kekinian di republik ini.
Urgensi dari apa yang disebut sebagai empat pilar kebangsaan adalah terbentuknya kesadaran politik kader partai sebagai anak bangsa. Dalam hal ini, kepentingan seluruh bangsa harus disadari sebagai kepentingan politik partai yang kriterianya tidak boleh dibalik dengan alasan apapun.
Kesadaran yang sama adalah kesadaran bahwa tidak ada satupun bagian dari gagasan di dalam Partai NasDem yang bertolak belakang dengan komitmen seluruh bangsa akan keempat pilar tersebut.
Kader partai tidak hanya harus memahami keempat pilar tersebut tapi juga menemukan hubungannya dengan kepentingan politik partai. Apalagi situasi kekinian republik ini tengah dirundung berbagai persoalan yang kiranya berpengaruh pada integritas ideologis bangsa ini.
Pancasila tengah diragukan oleh banyak kalangan, termasuk sekira 3% anggota militer kita.
UUD 45 sedang diuji habis-habisan oleh lahirnya berbagai produk hukum dan perundangan, termasuk peraturan-peraturan daerah, yang membikin galau para nasionalis sejati. Belum lagi bentuk-bentuk penyelewengan aparat hukum.
NKRI sedang berada pada titik terbawah dari eksistensinya. Misalnya, dalam persoalan Papua yang kerap melindas hak warga negara dan globalisasi yang bengis dengan isu industri 4.0 dan perang dagang.
Bhinneka Tunggal Ika sedang dibikin babak belur oleh intoleransi terkait politik identitas. Termasuk serbuan budaya asing dalam bungkus agama yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif untuk melenyapkan budaya Nusantara.
Kader Partai NasDem tak layak untuk berleha-leha dan memandang enteng semua itu. Kita tidak boleh menjadi katak dalam bejana berisi air yang tengah dimasak. Katak yang tidak peka bahwa air itu sedang menuju titik didih hingga akhirnya mati terebus di dalamnya.
Singkatnya, pendidikan ideologi kebangsaan mesti mampu menyadarkan kita pada pentingnya menjaga dan mempertahankan seluruh rangka ideologis kita sebagai sebuah bangsa berdaulat. Dan kita harus melakukan itu sejak saat ini, sebelum semuanya terlambat.
Kedua, pendidikan politik gagasan. Apa itu politik gagasan dan bagaimana Partai NasDem membangun seluruh daya juangnya lewat hal itu? Bagaimana hal itu akan membedakan NasDem dari partai-partai politik lain serta bagaimana penerapannya dalam kerangka politik di Indonesia hari ini?
Sesungguhnya tak ada yang lebih menakutkan bagi sebuah partai politik di negeri ini pada hari ini seperti komitmen untuk memperjuangkan politik gagasan. Dalam lingkar pragmatisme politik saat ini, berkomitmen pada politik gagasan tampak sama dengan berkomitmen untuk bunuh diri.
Dalam sejarah bangsa ini, politik gagasan adalah sebentuk cara berpolitik yang mencirikan tindak dan laku politik para bapak pendiri republik. Kita boleh memilih sembarang nama di antara mereka dan mempelajari politik gagasannya.
Apa yang mirip dalam hal ini, semuanya memainkan politik mereka dengan ideologi yang jelas dalam serangkaian gagasan kebangsaan yang saling bersaing.
Pendiri yang sekaligus Ketua Umum Partai NasDem saat ini, akan menunjuk Soekarno sebagai ideal politisi yang menjalankan politik gagasan. Dan nyaris menjadi puitis bahwa meninggalnya Sang Proklamator menjadi era awal matinya politik gagasan di republik ini. Kita menyebutnya sebagai era Orde Baru.
Setelah itu, kita menyaksikan tumbuhnya ketakutan yang sedemikian mendarah-daging di dalam kultur kepartaian akan politik gagasan. Ketakutan yang kemudian menjadi jelas saat bangsa ini memasuki era reformasi. Ketakutan yang bukan tanpa alasan ketika kekuasaan menjadi orientasi mutlak dalam politik kita.
Pendek kata, setiap kader partai harus mengerti bahwa pada komitmen akan politik gagasan itulah terletak pembeda yang sesungguhnya antara Partai NasDem dengan semua partai politik lain di republik ini. Dan, sebagai pembeda, politik gagasan bukanlah semata iklan lipstik tapi merupakan kebutuhan bersama.
Lebih dari itu, pendidikan politik gagasan terhadap para kader akan mampu melenyapkan trauma schizofrenik terhadap idealisme politik dari setiap kader partai. Menunjukkan dengan jelas bahwa jalan ke arah kekuasaan tidak hanya satu, dimana politik gagasan adalah salah satu jalan yang efektif untuk membawa kita menuju kekuasaan tanpa harus mencampakkan idealisme.
Ketiga, pendidikan gerakan perubahan. Pertanyaan yang hendak dijawab adalah apa itu perubahan dalam sebuah gerakan dan bagaimana hal itu berlaku dalam kerangka gagasan Restorasi Indonesia.
Kenapa perubahan itu perlu dan harus dalam sebuah gerakan? Kenapa kita berpartai dalam kerangka seperti itu? Apa yang kita rayakan ketika gerakan reformasi mampu menggulingkan kekuasaan otokratik Soeharto dan Orde Baru?
Tentu saja, perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Tapi perubahan tampaknya menjadi kata mati dalam sebuah puisi yang buruk dari politik republik hari ini.
Surya Paloh, setelah puluhan tahun mempelajari politik melihat rangkaian kekeliruan yang sama yang terus diulang di tengah bangsa ini terkait perubahan.
Pertama, jika boleh saya igaukan, tidak ada yang tahu bagaimana kita harus berubah. Dalam kekeliruan ini, perubahan seakan sulit dilakukan tanpa meninggalkan komitmen awal para pendiri bangsa terhadap nasionalisme Indonesia. Adapun kekeliruan ini kemudian berangkai dengan kekeliruan lainnya, apa yang disebut dengan subyektivikasi gagasan perubahan.
Setiap orang dan kelompok merumuskan sendiri kebutuhannya akan perubahan dan memperjuangkannya terlepas dari yang lain. Perubahan kemudian menjadi kepentingan subyektif tiap-tiap orang dan pada akhirnya kehilangan fungsinya bagi kemaslahatan publik yang lebih luas.
Lewat analisanya atas rangkaian kekeliruan ini, Surya Paloh kemudian tiba pada kesimpulan bahwa jawaban atas kekalutan reformasi adalah gerakan perubahan. Gerakan dipahaminya sebagai dinamisasi dan penyatuan setiap elemen bangsa bagi perubahan yang dirumuskan untuk kemaslahatan bersama.
Gerakan perubahan, dalam tafsir ini, adalah proses membalikkan arah perubahan dari kepentingan yang bersifat subyektif dan terpilah-pilah menjadi kepentingan yang bersifat obyektif, holistik dan berjangkauan luas.
Gerakan perubahan hanya mungkin dilakukan dalam kerangka “res” bagi “publica” untuk sebuah republik. Ini membawa kita pada kerangka dari mana gerakan perubahan itu menemukan tujuan besarnya.
Surya Paloh dan beberapa tokoh nasional merumuskan kerangka itu dalam seruan Restorasi Indonesia. Sebuah seruan yang pengertiannya bisa disingkat dalam kalimat yang tidak terlalu singkat.
Yaitu, kebutuhan bersama kita untuk kembali pada Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan oleh para bapak/ibu pendiri bangsa tanpa kehilangan hubungannya dengan konteks kekinian. Dan itu membutuhkan banyak Soekarno, Hatta dan Sjahrir yang ingin dilahirkan Surya Paloh lewat Partai NasDem.
Keempat, pendidikan taktik dan strategi politik partai. Tentu yang dimaksudkan di sini adalah taktik dan strategi politik Partai NasDem. Ia adalah segala sesuatu yang membuat kita bergerak dari isu ke isu, dari satu realitas politik ke yang lainnya. Pendidikan untuk membuka mata setiap kader pada pentingnya melangkah dalam satu barisan.
Kita sama tahu bahwa salah satu realitas terpenting dalam dunia politik adalah dinamikanya. Perubahan yang bersifat cepat dan terus menerus yang harus mampu diantisipasi oleh setiap kader partai. Persoalan yang tinggal tetap adalah bagaimana dinamika politik ini harus disikapi.
Sudah merupakan truisme bahwa sifat dinamis politik adalah peristiwa pembeda antara politisi berprinsip dengan yang tidak. Yang tidak berprinsip mudah berubah semata karena dinamika itu sendiri; merekalah yang disebut politisi oportunis.
Sedangkan politisi yang punya prinsip hanya akan berubah seturut taktik dan strategi; mereka inilah para pengusung politik gagasan. Para politisi yang seharusnya menjadi ideal kader Partai NasDem.
Lalu bagaimana taktik dan strategi partai berlaku dalam dinamika politik?
Kita tahu, ada dinamika keras yang membutuhkan tanggapan kontekstual yang bersifat di sini dan sekarang. Dalam menghadapi bentuk dinamika ini, partai menjalankan taktik sebagai rancangan yang terpola dari suatu gerak politik.
Adapun strategi partai akan berlaku dalam menanggapi model dinamika lembut yang memiliki rentang jangka yang lebih panjang. Sedemikian sehingga setiap langkah politik kader partai tidak akan semata didorong oleh kepentingan sesaat yang hanya akan mempertontonkan laku politik yang terkesan plin-plan.
Demikian pikiran kecil saya mengenai apa yang seusungguhnya penting untuk kita lakukan saat ini. Untuk mengisi lima tahun masa kebangkitan Partai NasDem sambil mempersiapkan para kader partai untuk memasuki masa kebangkitan kedua dalam pertarungan politik pada tahun 2024 nanti.*
Manado, awal Juli 2019.