Politik dan Edukasi
Getting your Trinity Audio player ready...
|
Oleh Yusadar Waruwu*
SEORANG ahli hukum sekaligus tokoh politik Belanda Van Deventer mengemukakan salah satu program politik etisnya yaitu edukasi.
Istilah ini dikenal dalam sebutan Trilogi Van Deventer yakni edukasi, transmigrasi dan irigasi.
Namun, untuk kali ini saya lebih tertarik membahas bagian edukasi, sebab edukasi sangat penting bagi generasi Indonesia untuk menumbuhkan karakter yang kuat, cerdas dan semangat mencintai bangsanya sendiri.
Sejauh ini sebagai pengalaman nyata, edukasi telah membuktikan bahwa sebagian besar manusia di muka bumi mengalami perubahan yang cukup besar dalam berbagai aspek. Dapat kita saksikan temuan-temuan terbaru yang sangat mengagumkan dan mengubah dunia. Kecanggihan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi berjalan begitu cepat.
Presiden Joko Widodo pernah dalam materi kuliah umumnya di Akademi Bela Negara (ABN) NasDem mendeskripsikan proses perubahan itu berjalan sangat cepat.
"Perubahan itu berjalan cepat, setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik, untuk itu generasi muda harus mampu mengejar dan mengikuti perubahan itu," begitu ujar Joko Widodo ketika itu.
Perubahan bahkan membuat masyarakat hidup dalam kompleksitas. Perubahan yang begitu cepat itu melahirkan dua opsi yang arahnya berbeda, antara kebaikan dan kehancuran apabila proses edukasi hanya fokus pada satu arah dan kurang memerhatikan edukasi atau pembangunan karakter sebagai dasar dari seluruh ilmu lain yang dimiliki.
Kemampuan bergerak dalam perubahan yang arahnya positif tentu lebih baik daripada kita harus tertinggal dan dilindas oleh perkembangan dan perubahan zaman yang terus berjalan. Pada sisi yang lain telah terbuka opsi memanfaatkan perubahan dan perkembangan zaman pada arah yang salah dan menyesatkan.
Seperti yang akhir-akhir ini banyak terjadi, tidak sedikit yang terperosok dalam rivalitas perkembangan yang terus bergerak tak berketepian.
Perkembangan teknologi dimanfaatkan untuk membuat konten-konten disinformasi, ujaran kebencian, dan konten-konten yang mengandung berita bohong (hoaks) yang bertebaran dan meresahkan, serta mengadu domba dan memecah belah.
Pada situasi inilah edukasi karakter sangat diharapkan. Pembentukan karakter sangat erat hubungannya dengan membangun citra dan moral seseorang.
Prof Ahmad Baedowi dalam Bunga Rampai 65 Tahun Dharma Surya Paloh (2016) pernah menyimpulkan bahwa pendidikan adalah soal moral. Hanya pendidikanlah yang memiliki korelasi yang kuat terhadap aspek moralitas.
Membangun moral atau melakukan proses edukasi tentu tidak hanya dibebankan sebagai tugas dan tanggung jawab seorang guru atau tenaga pendidik.
Lewis Cosser dalam Men of Ideas (1997) mengemukakan setiap spesies tumbuh dalam lingkungan yang mendukung pertumbuhannya dan setiap tipe manusia berkembang dalam setting kelembagaan yang menyongkongnya.
Artinya dapat saya simpulkan bahwa karakter atau moral dapat terbentuk melalui setingan sosial dan kelembagaan, tanpa terkecuali lembaga atau institusi partai.
Mantan Gubernur Provinsi DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah dalam dialognya di sebuah acara TV menyampaikan bahwa seorang politisi (pengurus/kader suatu partai) tidak hanya memikirkan bagaimana membangun sarana prasarana kesehatan bagi rakyat, meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan APBD dan lain sebagainya, tetapi seorang politisi harus bisa mengedukasi masyarakatnya.
Dengan demikian, institusi partai harus terpanggil dalam proses edukasi masyarakat dalam hal penguatan karakter dan moral, seperti yang telah biasa dicontohkan oleh Partai NasDem selama ini.
Edukasi terhadap moral sesungguhnya bukan lagi sebuah terminologi yang baru untuk kita dengarkan. Upaya-upaya dan prosesnya telah dilakukan tanpa pernah berhenti. Akan tetapi tantangan terbesar itu semakin nyata menghadapi arus moderniasisi ilmu teknologi dan komunikasi.
Menghadapi kondisi seperti ini, kita harus mampu survive dan bersikap tetap optimistis. Sebab hal ini menjadi sebuah value bagi kita yang merasa terpanggil untuk membagun masa depan generasi bangsa menjadi manusia yang seutuhnya seperti pandangan Driyarkara (1980) yang menyatakan bahwa pendidikan itu adalah memanusiakan manusia.
*Yusadar Waruwu, S.Pd.
Alumni Akademi Bela Negara NasDem Angkatan 1,
Ketua Bappilu Partai NasDem Kabupaten Nias.