Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik Belum Maksimal
PALU (30 Juli): Salah satu elite politik di Komisi VII DPR RI, Ahmad M Ali, menilai rencana pengelolaan dengan metode pengembangan daur ulang sampah menjadi energi listrik merupakan salah satu pilot project Energi Baru Terbarukan (EBTKE), belum maksimal.
"Pengembangan tata kelola sampah untuk tujuan pengayaan energi baru terbarukan, memang sejauh ini hasilnya tidak begitu menggembirakan, baik karena soal hambatan regulasi, maupun teknis lapangan," ucap Ahmad Ali, di Palu, Selasa (30/7).
Pernyataan Ahmad Ali tersebut dilontarkan terkait dengan Presiden Joko Widodo yang menagih persoalan sampah yang terjadi di berbagai daerah, serta pengelolaan sampah menjadi energi pembangkit listrik.
Presiden pernah menagih sekaligus mengevaluasi progres penanganan sampah untuk energi listrik dalam rapat terbatas dengan topik "Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)," di Istana Presiden, Selasa 16 Juli 2019 lalu.
Berkaitan dengan itu, tambah Ahmad Ali, Komisi VII dan pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Dari sisi rencana dan fasilitasi anggaran tidak terdapat masalah serius.
Menurut Ketua Fraksi NasDem di DPR-RI itu, masalah sesungguhnya terletak pada dua hal. Pertama, tidak semua provinsi maupun kabupaten/kota menurunkan EBTKE, PLTSa menjadi skala prioritas rencana umum energi daerah. Bahkan ada daerah yang tidak memiliki sama sekali rencana umum energi daerah.
Kedua, kata dia, berkaitan dengan koordinasi rasio kecukupan elektrifikasi setiap daerah dan ketiga, berkaitan dengan power purchase agreement dengan PLN, sebagai hilir pengelolaan listrik.
Sebagian besar, sebut Ahmad Ali, pemerintah daerah belum detail menurunkan rencana energi baru terbarukan sebagai terobosan pembangunan daerah.
"Pemerintah daerah umumnya belum memiliki skenario semacam itu, katakanlah penanganan sampah berbasis energi listrik atau PLTSa sebagai bagian dari terobosan pembangunan daerah," urai Ahmad Ali.
Di sisi lain terdapat tantangan yang dihadapi seperti, urai dia, berkaitan dengan bahan baku dan ketersediaan investasi di sektor tersebut.
"PLTSa itu kan standar teknis yang umum butuh antara 700-1.500 ton sampah per hari, sementara di beberapa kota, memiliki kapasitas sampah relatif sedikit, misalnya Palu yang hanya sekitar 115 ton per hari," ujarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup, menempatkan sistem penanganan sampah, dengan metode daur ulang sampah pada pembuangan akhir, menjadi salah satu penilaian penting, untuk menentukan daerah berhal atau tidak meraih adipura. (NasDem Sulteng/*)