TSM Jadi Jurus Yasin Limpo Bangun Pertanian
JAKARTA (5 Agustus): Pembangunan sektor pertanian harus dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Itu untuk mempertahankan Indonesia sebagai negara agraris.
Hal tersebut disampaikan mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo (SYL) kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/8).
Menurut SYL, terminologi TSM tidak hanya disematkan untuk isu sengketa pemilu, melainkan juga bisa diterapkan dalam membangun dan mengelolah pertanian Indonesia.
"Istilah TSM tidak hanya populer dikaitkan dengan isu politik, tetapi bisa diterapkan dalam membangun sektor pertanian khususnya menjaga ketahanan pangan bagi penduduk negeri ini," kata SYL.
Membangun pertanian secara TSM, katanya, bukanlah isapan jempol belaka. Sebab, semasa menjadi orang nomor satu di Sulsel, dia sudah mengejawantahkan ide itu.
"Bagi pemerintah Sumsel, tidak ada pilihan lain untuk memajukan sektor pertanian selain dengan cara TSM karena produk pertanian menyangkut hayat hidup orang banyak dan di situlah negara hadir, menjalankan amanah untuk mensejahterakan rakyatnya," tegasnya.
Konkretnya, lanjut dia, ketika itu pemerintah Sulsel harus menggerakkan semua potensi secara berjenjang dari pusat hingga ke daerah untuk memberikan pelayanan yang terbaik demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Hal itu menurutnya terbukti. Sebab Pemda Sulsel dikenal paling sering bernegosiasi dengan pemerintah pusat untuk meminta pembangunan sarana dan prasarana pertanian guna menopang kepentingan nasional.
"Untuk menjadikan Sulsel sebagai lumbung beras nasional, Sulsel butuh investasi pemerintah dalam bentuk pembangunan bendungan, saluran irigasi, embung, pembenihan, penyediaan pasokan pupuk yang terjamin volumennya dan sebagainya. Maka tidak ada cara lain untuk mempercepat Sulsel menjadi lumbung pangan nasional kecuali melalui pendekatan terstruktur," terang SYL.
Adapun sistematis menurut dia terkait upaya Sulsel menyusun pengembangan sektor pertanian. Dari perencanaan jangka pendek, menengah hingga panjang. Pemerintah Sulsel, memiliki zonasi atau perwilayah komoditas sebagai bagian dari rencana jangka panjang termasuk pembangunan infrastrukturnya. Tetapi, pada saat yang sama Pemprov juga responsif terhadap kebutuhan pasar.
"Sehingga secara jangka menengah kita meresponnya dengan pemilihan komoditas tertentu yang dibutuhkan pasar. Sementara dalam jangka pendek kita juga merencanakan pada tataran mikro mengenai jenis tanaman, jenis benih, waktu tanam yang sesuai dengan kondisi cuaca. Sulsel didukung oleh ribuan tenaga lapangan di bidang pertanian yang menjalankan tugas sebagai penyuluh dan pendamping," urainya.
Ditambahkan SYL, terkait semua program pertanian pemerintah di Sulsel tidak hanya program pemerintah, tetapi semua program diturunkan ke bawah menjadi gerakan rakyat yang sifatnya masif.
Pembangunan pertanian, kata dia, dilakukan secara merata di seluruh wilayah Sulsel. Komoditasnya meliputi segala jenis tanaman pangan dan hortikultura, komoditas perkebunan, ternak besar, kecil hingga unggas, perikanan air tawar, payau hingga budidaya laut termasuk berbagai jenis rumput laut.
Bukan hanya itu, imbuhnya, semua kepala daerah yang meliputi walikota dan bupati pun menjadi garda terdepan mengomando gerakan yang didukung oleh seluruh jajaran aparatnya. Karena itu, menurut dia, seluruh kepala daerah di Sulsel fasih mengartikulasikan pembangunan pertanian karena pertanian menjadi salah satu hal yang berpengaruh secara politis.
"Pengalaman di Sulsel ini tentunya bisa diterapkan untuk konteks Indonesia yang merupakan negara agraris dengan mendorong sektor pertanian secara TSM demi memperkuat ketahanan pangan kita yang tentunya tujuan akhirnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia," tukas SYL.
Perlu diketahui, pengalaman SYL di pemerintahan memang tidak diragukan lagi. Dia menjadi kepada daerah berangkat dari paling bawah, mulai dari kepala desa, camat, bupati, wakil gubernur hingga gubernur.
Puncaknya, ketika SYL menjadi Gubernur Sulawesi Selatan selama 2 periode dari tahun 2008 hingga 2018. Sebelumnya dia menjadi wakil gubernur Sulsel pada periode 2003-2008. SYL juga pernah menjabat bupati Gowa selama dua periode dari tahun 1994 hingga 2002.
Tahun pertama menjadi Gubernur, SYL bersama wakilnya Agus Arifin Nu'mang menargetkan peningkatan posisi Sulawesi Selatan sebagai provinsi penyanggah beras untuk kebutuhan nasional. Target produksi padi pada 2008 sebanyak 4.042.471 ton gabah kering giling (GKG) yang didukung luas lahan sekitar 792.641 ha dengan tingkat produktivitas 51,00 kuintal/ha. Sementara target tanam padi untuk musim tanam 2009 seluas 868.411 ha dengan sasaran produksi 5.084.323 ton GKG dengan produktivitas 58,55 kwintal/ha.
Pada tahun 2009, pergerakan ekonomi Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan sekitar 7.8%. Hal ini dipicu dengan pertumbuhan produksi jagung sehingga SYL mengatakan akan melakukan terobosan di tengah krisis global dengan melayani kebutuhan ekspor ke Malaysia dan Filipina, menyusul pengiriman yang sudah dilakukan sekitar 8 ribu ton ke Filipina pada Maret 2009.(*)