Restorasi Parlemen; Refleksi Sekolah Legislatif Partai NasDem 2019 (3)

Restorasi Parlemen; Refleksi Sekolah Legislatif Partai NasDem 2019 (3)

Perang Melawan Radikalisme—-judul

Oleh: Agustinus Moruk Taek

SATU ancaman serius bangsa ini adalah radikalisme. Paham ini oleh pemerintah dilarang keras karena mengancam soliditas bangsa. Radikalisme pada tingkatan yang ekstrem dinilai sebagai racun mematikan karena merusak moral bangsa. Sebab dalam konteks agama paham ini mengajarkan orang untuk beragama secara buta dan brutal. Orang menjadi eksklusif dan tidak menghargai perbedaan. Padahal negara ini terbentuk dari keragaman suku, etnis dan agama. Respek pada perbedaan jadi modal sosial bangsa Indonesia. 

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi bukti bahwa bangsa ini sejak awal anti-prinsip radikal. Perang melawan radikalisme adalah seruan tegas pemerintah untuk tetap menjaga ideologi Pancasila dan menyelamatkan Indonesia dari ancaman disintegrasi bangsa. 

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saat ini sedang bekerja keras untuk “membersihkan” pengaruh radikalisme di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan mulai dari pencegahan, penanganan, sampai pada tingkat rehabilitasi. Hasilnya bisa dibilang sukses karena berhasil melemahkan jaringan terorisme internasional di Indonesia. 

Proses rehabilitasi terhadap para eks-kombatan berjalan lancar dan menuai respons positif dari banyak kalangan termasuk para narapidana kasus terorisme (napiter). Namun hasil ini tidak lantas membuat kita besar kepala. Bersikap waspada dan terus melakukan kampanye deradikalisasi harus menjadi tugas semua anak bangsa. 

BNPT atau aparat keamanan tidak boleh dibiarkan kerja sendirian. Semua pihak harus bekerja sama untuk menyelamatkan bangsa dari bahaya radikalisme.

Legislator merupakan salah satu garda utama negara dalam melawan radikalisme. Sebagai pihak yang bertugas menyusun undang-undang, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius melihat peran legislator sangat besar. 

Menurut Alius salah satu sebab kemandekan negara merespons persoalan radikalisme adalah karena regulasi. UU Terorisme sampai saat ini masih kurang tegas dan jelas terkait kewenangan, anggaran, dan bentuk rehabilitasi yang tepat. 

Kasus di Poso dan Solo, misalnya, membuktikan bahwa negara belum memikirkan secara serius nasib para napiter pasca-rehabilitasi. Para napiter masih kesulitan mencari pekerjaan karena status mantan teroris yang melekat pada diri mereka. Hal ini luput dari perhatian pemerintah. Bahkan dalam perdebatan di parlemen pun, isu tentang pemberdayaan eks-kombatan sama sekali tidak muncul. 

Alius meminta kepada semua legislator NasDem untuk memikirkan secara serius program-program deradikalisasi. Bila perlu, bentuk tim khusus untuk mendesain program deradikalisasi, sebab ancaman radikalisme lebih berbahaya dari ancaman peran konvensional.

Ars Politica

Terminologi politik mengalami pergeseran makna: dari aktivitas mengelola polis (negara) menjadi tindakan tipu-menipu. Politik lantas ditakuti bahkan dimusuhi. Orang jadi alergi kalau bicara politik. Bahkan sampai pada titik muak dan trauma bila mendengar kata politik. Hal ini bisa terjadi, tentu karena ada fakta-fakta empiris yang melatarinya. 

Dua alasan dominan yang menjelaskan pergesaran makna ini terjadi yakni karena praktik politik uang (money politic) dan kebiasaan menebar janji palsu pada saat kampanye Pemilu. Uang dan kata-kata manis jadi sarana politik untuk merengkuh kekuasaan. Kedaulatan politik rakyat dibeli murah dan kemudian dibohongi ketika keinginan para elite sudah tercapai.

NasDem melalui program Sekolah Legislatif sedang berupaya merestorasi makna politik. Bahkan mengajak seluruh anggota legislatif terpilih untuk menempatkan politik sebagai kegiatan yang asyik dan menyenangkan. 

Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, kegiatan politik itu sangat menyenangkan karena kita bisa berinteraksi dengan siapa saja. Melalui aktivitas politik orang bisa bertemu, berbagi cerita, dan mendiskusikan banyak hal tentang pengalaman hidup. Politik itu asyik karena ada dialektika perjumpaan yang saling mematangkan satu sama lain.

Saur Hutabarat, Ketua Mahkamah Partai NasDem, memaknai politik sebagai aktivitas seni. Dalam kerangka kerja seni, politik adalah upaya mengekspresikan pikiran, gagasan dan imajinasi tentang membangun masyarakat yang adil dan maju. 

Politik tidak seperti yang dibayangkan selama ini: kaku, pragmatis, diskriminatif, maupun dominatif. Politik itu hidup, dinamis, kreatif, imajinatif, dan membebaskan. 

Sebagai aktivitas seni, politik merupakan ekspresi kejujuran dan kepedulian terhadap penderitaan rakyat. Politik juga merupakan seni mementaskan keberanian tanpa rasa takut karena lemah, tanpa peduli pada besaran sogok dan sebagainya. 

Politik itu lebih sebagai seni eksistensi diri (ars politica): tentang cara mengada (to be) dan menjadi (to become) pribadi yang berintegritas di panggung demokrasi. Keterampilan berbicara di forum (retorika) dan cara membawa diri yang baik (grooming) di parlemen merupakan bagian dari tuntutan dasar ars politica.

Politisi yang Negarawan

Negarawan cenderung diasosiasikan dengan tokoh publik yang mempunyai karier politik (politisi) dalam pemerintahan baik di lingkup nasional maupun lokal. Dalam sistem demokrasi, seorang politisi yang sedang aktif memegang jabatan pemerintahan biasanya lebih sulit disebut sebagai negarawan, karena sehebat apa pun kebijakan yang diambilnya pasti akan mendapat kritikan dari lawan politik.

Politisi pada umumnya mempunyai short-term bias, yaitu cenderung mengambil kebijakan untuk kepentingan jangka pendek. Banyak politisi menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya demi tujuan jangka pendek, karena bagi mereka apa yang kelihatan bagus dan positif pada saat ini jauh lebih penting daripada mendahulukan proses yang mempunyai konsekuensi jangka panjang. 

Sebaliknya, seorang negarawan punya wawasan kebangsaan. Mereka punya visi ke depan dan mampu berani mengambil risiko apa pun untuk menempuh langkah yang tidak popular tapi bermanfaat untuk masyarakat.

Politisi NasDem Suyoto dan Lestari Moerdijat (Mbak Rerie) mengakhiri rangkaian kegiatan Sekolah Legislatif dengan mengajak seluruh legislator NasDem untuk memantapkan diri sebagai politisi yang negarawan. Sebagai politisi yang negarawan, legislator NasDem harus mampu berpikir melampaui kepentingan pemilu yang pragmatis. 

Mereka harus memikirkan masa depan generasi bangsa dengan berani menanggalkan jubah kepentingan pribadi/golongan. Mereka dituntut untuk mengutamakan proses dan mengambil kebijakan dari sudut pandang kepentingan rakyat. 

Politisi yang negarawan adalah mereka yang senantiasa mengambil keputusan politik dengan pertimbangan yang matang, dan bukan berdasarkan pertimbangan keuntungan kelompok.

Kang Yoto dan Mbak Rerie mengingatkan kepada seluruh legislator NasDem terpilih untuk terus menempa diri menjadi pemimpin yang mampu mendengarkan aspirasi masyarakat. Seorang pemimpin tidak boleh arogan dan merasa superior dalam menjalankan tugasnya. Seorang pemimpin harus rendah hati dan memaknai kekuasaan sebagai alat pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat. [selesai]

Agustinus Moruk Taek; Fasilitator ABN

Add Comment