Restorasi di Jalan Sufi

Oleh : Nico Ainul Yakin*

SEMENJAK kata restorasi menjadi jargon Partai NasDem, kini kata tersebut sering terdengar di publik Indonesia sebagai diksi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Terlepas dari semua itu restorasi tidak hanya menjadi slogan dalam memperbaiki berbagai dimensi bangsa Indonesia, tetapi menjadi gerakan (harakah) yang hidup semenjak manusia diciptakan. 

Sebelum membahas restorasi ketauhidan dan kemanusiaan sebagai napak tilas kenabian, kita sepatutnya mengenal dan memahami makna restorasi terlebih dahulu. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), kata restorasi berarti pengembalian atau pemulihan terhadap keadaan semula. Arti ini mengindikasikan bahwa realitas yang terjadi adalah realitas yang melampau atau berbeda dengan idealitas kehidupan manusia. Manusia hari ini tidak sedikit yang terjebak dalam gemerlap duniawi – yang hanya menyediakan kesenangan sesaat. Namun kesenangan sesaat duniawi itu memiliki daya pikat tersendiri bagi manusia untuk dikejar. Dengan menghalalkan segala cara, tidak hanya cara yang benar tetapi cara yang tidak benarpun kerap diterjang untuk memenuhi ambisinya.

Di sisi lain, manusia yang mengklaim dirinya sebagai manusia modern yang hidup di abad ini mulai banyak meninggalkan spiritualitas dan nilai-nilai agama sehingga menciptakan perubahan yang berbasis kanibalisme. 

Kata Restorasi Indonesia menjadi jargon dan gerakan bagi Partai NasDem untuk mengembalikan fungsi pemerintahan Indonesia kepada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Jargon dan gerakan restorasi yang dikumandangkan Partai NasDem berlandaskan pada realitas pemerintahan Indonesia yang dinilai masih belum sejalan dengan cita-cita proklamasi. Oleh karena itu, pilihan kata restorasi menjadi sangat penting untuk mengembalikan pemerintahan Indonesia kepada fungsi idealnya. 

Restorasi menurut Partai NasDem memiliki empat arti yaitu memperbaiki, mengembalikan, memulihkan dan mencerahkan. Kata memperbaiki menunjukkan adanya sesuatu yang rusak dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat untuk kemudian diperbaiki. Kata mengembalikan berarti mengembalikan sesuatu yang tidak pada tempatnya, sehingga berada di tempat yang baik, tepat, dan benar.  Kata memulihkan berarti mengobati segala yang terkena penyakit untuk dipulihkan pada kondisi semula. Kata mencerahkan berarti memberi sinar/cahaya di dalam ruang yang gelap, sehingga menemukan kejelasan dalam menentukan arah berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. 

Persoalan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat memang menjadi persoalan pelik yang tidak kunjung usai. Oleh Karena itu, restorasi menjadi pilihan yang sangat tepat dalam menjunjung tinggi martabat bangsa, lebih-lebih martabat manusia dan kemanusiaan yang kemudian kita sebut dengan restorasi manusia.

Restorasi manusia adalah upaya mengembalikan manusia pada horizon yang murni setelah manusia terlalu lama berada di tempat yang memiliki udara busuk, laut tercemar, penebangan hutan, kekerasan, kejahatan jalanan dan penjajahan antara satu dengan lainnya sehingga manusia berada dalam keterasingan diri (self-alienation). Oleh karena itu, mengeluarkan manusia dari keterasingan diri menjadi sangat penting, dan satu-satunya jalan adalah mengembalikan manusia kepada jati dirinya yang murni berbasis sufistik.

Berbagai konsep sufisme menganggap manusia sebagai makhluk yang tidak terasing dari dirinya sendiri dan terbebas dari segala insting, kecuali menjadi pelayan Allah. Begitulah kodrat manusia universal yang bisa melihat dirinya sendiri. Manusia berasal dari unsur yang sama sehingga antara satu degan lainnya tidaklah berbeda, yang berbeda hanya pada tingkat ketakwaan dan implementasi ketakwaan yang menjelma menjadi tindakan luhur. Begitu juga kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, manusia harus bertindak luhur sebagai implementasi kemanusiaannya. Dengan begitu manusia dapat menemukan jati dirinya yang murni, tahu diri sendiri dan hanya menjadi pelayan Tuhan untuk menjalankan fungsi-fungsi ketuhanan di bumi. Kesadaran ini yang akan membebaskan manusia dari segala belenggu hawa nafsu yang menyesatkan. 

Kesadaran ini tidak bisa dilepaskan dari peran agama yang menuntun kita ke alam spiritual, sehingga menciptakan tindakan universal yang tidak terjebak dalam perilaku sektarian, rasisme, dan perilaku yang menyebabkan manusia (hanya) terasa dalam dirinya sendiri. Tindakan universal adalah tindakan yang berbasis “tidak ada aku, tidak ada kamu, dan tidak ada ego” – semuanya melebur dalam satu kesatuan makna sebuah ruang murni hakikat kemanusiaan sebagai hamba Tuhan. Tindakan yang selalu rendah hati sebagai bentuk kesadarannya bahwa manusia adalah makhluk yang tidak memiliki apa-apa, semuanya milik Allah, seperti lafadz la haul wa la quwata illa billah. 

Restorasi di jalan sufi berjalan dengan hati bukan nafsi-nafsi. Jalan hati adalah jalan spiritual yang berusaha menggapai cinta Ilahi dengan kesungguhan tanpa henti. Tindakan memperbaiki, memulihkan, mengembalikan dan mencerahkan harus didasari dengan semangat mengabdi dan melayani, bukan meminta dan menerima. Begitulah risalah cinta dalam restorasi.  Jalan penyerahan diri secara total dengan keikhlasan dan ketulusan hati sepenuhnya. Karena rasa cinta dan semangat selalu ingin memberi, memberi dan memberi tanpa berharap kembali. 

Melalui restorasi sufistik ini, pintu hati akan terbuka hijabnya yang telah lama tertutup oleh nafsu dan syahwat duniawi. Restorasi sufistik jangan diartikan sebagai tindakan pasif yang larut dalam dzikir, tetapi harus dipahami sebagai gerakan aktif dan aktif melawan ketidakadilan. Seperti yang dituturkan Mullah Shadra, bahwa orang arif tidak akan mencapai maqam spiritual tertinggi jika tidak mampu memanifestasikan keimanannya dalam bentuk gerakan perbaikan, gerakan mengembalikan, gerakan memulihkan dan gerakan mencerahkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan   bermasyarakat. Wallahu’a’lam bis-shawab.*

Nico Ainul Yakin;  Wakil Ketua Bidang OKK DPW Partai NasDem Jawa Timur

Add Comment