Willy Aditya Usulkan Politik Identitas Jadi Kekuatan Diplomasi
JAKARTA (30 Agustus): Ketua DPP Partai NasDem Bidang Media dan Komunikasi Publik, Willy Aditya mengusulkan politik identitas yang kerap dianggap sebagai ancaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dikonversi menjadi kekuatan Indonesia dalam skala global.
"Daripada kita ribut di dalam, saling bergesekan, energi politik identitas itu bagaimana kalau kita bawa ke luar sebagai kekuatan diplomasi Indonesia?" ujar Willy Aditya dalam diskusi di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Kamis (29/8).
Lebih jauh Willy mengemukakan, Indonesia memiliki dua kekuatan identitas secara ras yang bisa dibangun untuk membangun solidaritas dengan negara-negara lain, yakni ras Melayu dengan Malaysia, Brunei, dan Singapura, serta ras melanesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik.
"Ada 13 negara kecil dengan ras melanesia yang punya suara di PBB, kenapa tidak kita minta itu sebagai bentuk pendekatan. Indonesia harus memelopori itu, menarik itu. Selama ini melanesia paling besar itu NTT. Mereka jadi diplomat Indonesia mengamankan Papua," ungkap Willy.
Willy juga mengungkapkan kekuatan kedua adalah Melayu.
"Apa problemnya? Kita dengan Malaysia, Singapura dan Brunei tidak punya titik temu, padahal di ASEAN sebagai leader. Gunakan semangat Pan-Melayu, kebangkitan politik identitas ujung tombak diplomasi," ujar Willy.
Bukan hanya itu, Willy juga mengusulkan banyaknya aspek identitas yang merupakan keragaman Indonesia untuk dijadikan sebagai kekuatan diplomasi.
"Sekarang dengan kebangkitan China, ada 7,6 juta orang etnis Tionghoa di Indonesia. Poros Jakarta – Peking, kenapa tidak kita buat lagi?" tukas Willy lagi.
Willy juga mendorong pemerintah untuk memainkan sentimen keislaman di skala global dengan menjadi pemimpin di Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang menurutnya punya peran strategis namun belum signifikan.
"Indonesia sebagai negara (dengan) muslim terbesar jangan hanya kongkow begitu saja di OKI. Indonesia bisa keluar dari tekanan China dan Amerika, bisa menggunakan poros baru Islam," pungkasnya.(*)