Plagiarisme Momok Industri Musik Indonesia
JAKARTA (4 September): Tindakan plagiarisme sudah lama menjadi momok industri seni musik di Indonesia. Plagiarisme sebagai kejahatan moral, dapat menimbulkan sikap apatisme dan pesimisme yang berakibat pada buruknya pekerja seni.
"Pembajakan musik di Indonesia sudah sejak lama. Pembajakan bukan lagi pada karya di pasar yang sudah diedarkan, tetapi sudah sampai kepada senimannya yang dibajak. Ini namanya moral senimannya yang sudah dibajak. Seperti memberikan copy master kepada para oknum sebelum rilis, agar mendapatkan keuntungan pribadi. Ini pernah terjadi," ungkap Setiabudi atau yang akrab disapa Buddy Ace, pekerja seni, Ketua Harian Indonesia Musik Forum (IMF) dan Pimred Koran SLANK, pada acara Dialog Selasa Partai NasDem, di Kantor DPP NasDem, Jakarta, Selasa (3/9).
Buddy Ace menjelaskan, dampak dari maraknya plagiarisme di Indonesia saat ini, ditengarai karena regulasi dari pemerintah tidak didukung dengan penegakkan hukum yang jelas. Akibatnya, berdampak pada kerugian materil dari sisi pencipta karya dan menurunnya produktivitas seniman.
"Salah satu contohnya pembajakan tanpa sadar yang dilakukan dengan mengcover lagu-lagu yang dibawakan masyarakat, lalu diviralkan dan terkenal. Namun subjek pengcover tidak pernah ada izin kepada pencipta lagu," sebut Buddy.
Sebagai Ketua Harian IMF, Buddy Ace ikut menyoroti polemik RUU Permusikan yang beberapa saat lalu memancing perhatian banyak pekerja seni. Ia berpendapat perlunya revisi RUU Permusikan menjadi RUU 'Seni Musik' yang referensi dasar pemikiran dan filosofinya, mengakomodasi kepentingan musisi mainstream, musisi indie dan seniman musik dari 34 provinsi, tanpa syarat.(*)