NasDem Harus Perkuat Politik Identitas Keesaan
JAKARTA (11 Oktober): Tak bisa dimungkiri, parpol sampai saat ini belum mengakar kuat di masyarakat. Oleh sebab itu, politik identitas negara (keesaan) harus dijadikan komitmen Partai NasDem untuk diperkuat dan dipraktikkan dalam berpolitik.
Partai NasDem harus bisa memberikan contoh jika bangsa ini berkehendak meniadakan politik identitas dengan mengeksploitasi SARA, khususnya agama.
Demikian benang merah yang terungkap ketika DPP Partai NasDem menggelar forum diskusi grup bertajuk "Politik Identitas, Sampai Kapan?" di Auditorium Partai NasDem, Jl Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/10).
Ketua Partai NasDem Bidang Hubungan Antardaerah, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan politik identitas yang belakangan ini marak telah melahirkan kebencian dan kebencian ini telah menyebar ke mana-mana.
"Saatnya kita, utamanya NasDem berani menjadikan negara semakin kuat dan menjadi identitas kita dalam berbangsa dan bernegara," katanya.
Menurut Limpo, demokrasi yang dipraktikkan selama ini terlalu dekat dengan pragmatisme, transaksional dan pro liberalisme. "Otonomi memang bagus, namun dalam praktik harus kita jaga," katanya.
Ketua Bappilu Partai NasDem, effendy Choirie (Gus Choy) mengatakan, politik identitas akan tetap ada dan tidak mungkin dinisbikan.
Tidak ada cara lain, "kita harus perkuat identitas keindonesiaan kita. Karena itu negara juga harus diperkuat," ujar Gus Choy.
Jika pun kebencian selama ini tersebar ke mana-mana, menurut Gus Choy, itu lantaran para pemimpin rusak, begitu pula pemimpin agamanya.
Cendekiawan muslim Komariddin Hidayat dalam kesempatan itu menjelaskan, praktik di lapangan, sebenarnya parpol tidak punya uang.
Untuk menghidupi partai, katanya, parpol minta donasi ke pengusaha, muncullah oligargi. Karena tidak punya akar kuat di masyarakat dan ingin meraih suara, jalan pintas pun dilakukan dengan memanfaatkan politik identitas agama.
Para peserta forum diskusi grup bersepakat bahwa NasDem harus bisa mengeliminasi politik identitas (negatif) menjadi politik identitas persatuan Indonesia.*