Percayakan kepada Jokowi
JAKARTA (30 Oktober): Kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama lima tahun terakhir (2014-2019) sudah bisa dinikmati rakyat, terutama masyarakat yang berada di daerah pinggir dan perbatasan seperti Kalimantan Utara.
Demikian disampaikan anggota Fraksi NasDem DPR RI, Arkanata Akram saat menjadi salah seorang narasumber pada diskusi publik bertajuk ‘Kabinet Indonesia Maju dan PR Bangsa’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
“Meskipun susunan Kabinet Indonesia Maju ini disebut-sebut mengejutkan, kita tetap harus optimistis untuk memberikan kesempatan mereka bekerja sesuai visi Presiden dan Wakil Presiden,” tegas Arkanata, wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Utara itu.
Selain Arkanata, narasumber dalam diskusi tersebut adalah pengamat politik Arya Fernandez dari CSIS, dan pengamat ekonomi Bhima Yudhistira dari INDEF. Dalam kesempatan tersebut Arkanata memberi contoh saat Nadiem Makarim sukses membangun Gojek, lalu Presiden Jokowi mengapresiasi dengan mengangkatnya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Begitupun dengan mantan Gubernur Sulawesi Selatan dua periode Syahrul Yasin Limpo yang sukses menangani masalah pangan dan diberikan jabatan Menteri Pertanian, dan diharapkan produktif dalam bekerja.
“Presiden sudah mempertimbangkan potensi dan progres kerja seseorang dan menjadikannya menteri di kabinet. Kita apresiasi. Berpikir negatif justru tak akan menjadikan orang produktif. Kita lihat potensi dan kekayaan bangsa ini. Soal apakah nanti akan ada reshuffle, serahkan ke Presiden Jokowi,” tegasnya.
Sedangkan Bhima Yudhistira menilai masuknya Gerindra ke kabinet Jokowi– Amin justru akan menjadi beban pemerintah, karena platform politiknya berbeda. Sehingga, Jokowi terkesan hanya ingin mengakomodasi semua. Padahal, ancaman resesi ekonomi global diprediksi terjadi tahun 2020.
“Kabinet yang obesitas akan menjadi penyakit. Kasihan Sri Mulyani," kata Bhima.
Arya Fernandez mengatakan, Presiden Jokowi tidak perlu mengakomodasi semua kemauan partai koalisi maupun nonkoalisi. Alasannya, di periode keduanya ini, Jokowi dihadapkan pada kondisi yang kurang menggembirakan.
“Ada RUU KPK yang kontroversial, demo mahasiswa, kerusuhan lokal Papua, dan lain-lain,” katanya memberi beberapa contoh tentang situasi yang dianggapnya kurang menggembirakan itu.
Oleh karena itu Arya yakin di tahun pertama masa pemerintahan kedua ini, ada menteri yang tidak mencapai target, akan ada reshuffle kabinet. Pada periode sebelumnya setidaknya Jokowi melakukan reshuffle hingga tiga kali (2015, 2016, dan 2018).
“Reshuffle karena Jokowi tidak happy dengan kinerja kabinetnya,” tegas Arya.(*)