Willy Aditya Sebut Baleg akan Matangkan Omnibus Law

JAKARTA (6 November): Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengundang dua pakar dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) untuk mematangkan perihal omnibus law.

Hal ini terkait dengan pidato pertama Presiden Joko Widodo setelah dilantik sebagai presiden RI 2019-2024 yang menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

“Sistem hukum ini, di (negara) kita tidak lazim. Tetapi karena ini berangkat dari pidato Presiden, bahwa ada dua hal cipta lapangan pekerjaan dan UMKM, maka kami di pimpinan Baleg bertekad agar hal itu tidak menjadi kekisruhan. Oleh sebab itulah ada dua hal yang kami lakukan, salah satunya yaitu dengan mengundang para pakar,” ucap Willy dalam acara diskusi Forum Legislasi yang mengangkat tema ‘Baleg Baru, RUU Apa Jadi Prioritas?’ yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11).

Willy mengatakan, mungkin Presiden Jokowi merasa gerak pertumbuhan ekonomi Indonesia belum maksimal, diperkirakan regulasi yang ada saat ini menjadi beban dan memberatkan bagi investasi di Indonesia.

“Sehingga perlu dilakukan efisiensi guna penyederhanaan beberapa regulasi yang ada agar pelaku usaha bisa berinvestasi dan berusaha dengan mudah. Di (negara) kita pintu perizinannya dan faktornya banyak, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dalam prosesnya,” ujarnya.

Supaya masalah ini tidak tumpang tindih, lanjut Willy, pimpinan Baleg mengundang Menkumham untuk membahas tentang omnibus law itu.

“Sejauh ini ada 5-7 klaster yang terkait dengan cipta lapangan pekerjaan dan dengan UMKM yang coba diangkat oleh presiden. Tetapi di pemerintah sendiri masalah itu belum clear, maka Baleg akan mengundang semua stakeholder terkait secara bersamaan supaya tidak misleading antara satu dengan lainnya,” jelasnya.

Di Baleg, sambung Willy, banyak hal yang didiskusikan. Ada sekitar 74 UU yang disederhanakan.

“Problem kita bukanlah berapa banyak undang-undangnya, tetapi seberapa harmonis undang-undang itu antara satu dan lainnya. Tantangan kedua sebenarnya bukan omnibus law, tetapi budaya hukum kita, yakni ego sektoral dari masing-masing Kementerian yang bisa menyandera. Baleg ingin bersama-sama dengan Kementerian untuk bisa duduk bersama,” tandasnya.(MI/*)

Add Comment