NasDem Tekankan Perlunya Duduk Bersama Bahas Revisi UU BUMN

JAKARTA (20 November): Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi NasDem Nyat Kadir mengingatkan pentingnya pertemuan antara Kementerian BUMN dan DPR dengan melibatkan pakar-pakar ekonomi dan bisnis untuk menyusun rencana revisi UU BUMN.

Pasalnya, untuk menyusun UU BUMN yang ideal memerlukan kesepahaman bersama terhadap posisi dan peran strategis BUMN sebagai perpanjangan tangan negara di bidang bisnis.

"Kita memahami lahirnya UU BUMN tahun 2003 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya Indonesia bangkit dari krisis keuangan 1997/1998," kata politisi senior asal Batam ini.

Karena sifatnya yang demikian, maka UU BUMN itu sudah harus direvisi. Nyat juga menekankan bahwa dalam proses dan upaya untuk merevisi ini, belum ada titik temu sama-sama dari berbagai stakeholder.

"Wacana dan pembahasan revisi UU BUMN sudah berlangsung sejak periode lalu (2014-2019). Kita akan bahas lagi di periode sekarang (2019-2024). Dari hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam dua hari terakhir, itu merepresentasikan berbagai sudut pandang atas BUMN," kata dia.

Oleh karena itu, Nyat menekanan, solusi mendasar yang harus ada adalah pertemuan bersama berbagai stakeholder.

Direktur LM FEB UI Toto Pranoto yang menjadi narasumber dalam RDPU Komisi VI DPR menyebutkan bahwa dari berbagai isu yang berkembang saat ini masih diwarnai sentimen politik.

"Ada ribuan kajian dan studi terbaik yang bisa kita jadikan rujukan. Tapi, ada ribuan kajian juga yang bisa menunjukkan kegagalan pengelolaan BUMN di dunia. Untuk bisa mengambil pelajaran syaratnya kita harus melepaskan pandangan dari sentimen politik dulu," tegasnya.

Toto juga berpendapat bahwa untuk memoncerkan bisnis BUMN bukan hanya memilih CEO, tetapi membangun sistem yang relevan dengan kondisi BUMN Indonesia.

Misalnya, peran BUMN sebagai penyelenggara dan penyedia barang publik atau Public Service Obligation (PSO). Apa yang telah dilakukan Indonesia melalui BUMN selama ini secara konsisten, juga cukup baik sebagai praktik.

"Malaysia juga sekarang malah baru mulai membedakan fungsi BUMN dengan peruntukan profit oriented dan PSO. Di mana hal itu tidak mereka lakukan pada periode sebelumnya, dengan holding Khazanah dipacu untuk profit oriented," jelasnya di kompleks DPR RI Jakarta, Rabu (20/11).

Toto juga mengatakan bahwa praktik penyelenggaraan BUMN Indonesia selama ini hanya perlu dikontekstualisasi dengan tantangan dan hambatan yang sudah diindentifikasi.

Beberapa tantangan tersebut misalnya mencakup birokrasi, pertanggungjawaban keuangan, dan aspek regulasi pengawasan.

"Kita harus mampu menjawab dalam nembuat struktur organisasi yang ramping tapi efektif. Itu yang perlu dikaji," pungkasnya. []

Add Comment