Revisi UU Pilkada Baru Sebatas Wacana

JAKARTA (20 November): Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa menegaskan bahwa sampai saat ini revisi UU Pilkada masih baru sebatas wacana atau berupa lontaran yang diungkapkan, baik oleh menteri dalam negeri, maupun dari beberapa anggota DPR. 

Tetapi sebagai bentuk untuk mengakomodasi aspirasi, Komisi II DPR RI tetap akan memasukkan Undang-Undang (UU) Pilkada itu sebagai bagian dari UU yang akan dimasukkan ke dalam Prolegnas.

Saan mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara dalam acara Forum Legislasi yang mengangkat tema Revisi UU Pilkada, Adakah Ruang kembali ke DPRD? di Ruang Media Center DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).

“Pandangan saya secara pribadi, terhadap UU itu memang perlu untuk dilakukan evaluasi. Agar undang-undang dari waktu ke waktu itu semakin berkualitas, semakin baik, dan dalam pelaksanaannya juga mampu meningkatkan proses kualitas dari demokrasi itu sendiri, maupun dalam rangka melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang baik. Tinggal nanti dipelajari bagian mana saja yang perlu untuk dievaluasi. Itu akan kita lihat dari sisi-sisi atau titik-titik kelemahannya selama ini,” ucap Saan.

Saan mengatakan, banyak orang menganggap bahwa pilkada langsung terlalu mahal biaya politiknya. Nanti dilihat, biaya politik yang paling mahal itu di mana saja. “Tetapi kalau evaluasi itu akan mengembalikan pilkada langsung ke DPRD, maka hal itu akan menjadi set back atau sebuah kemunduran,” terang politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Begitu terjadi reformasi, proses politik yang sebelumnya lewat oligarki dan korporatis telah direformasi, termasuk soal pilkada, di mana pilkada langsung merupakan koreksi terhadap pilkada lewat DPRD. 

“Kalau kita kembalikan, padahal kita sudah mengevaluasi dan di situ banyak kelemahan, maka itu menjadi sebuah kemunduran. Ketika kita melihat ada kelemahan dan kemudian kita kembali kepada masa lalu, maka kita nggak akan pernah maju,” tegasnya.

Dikatakan, pilkada langsung adalah koreksi dari jawaban atas pilkada lewat DPRD yang berlaku selama orde baru. Di sana muncul oligarki, di mana Kepala Daerah hanya ditentukan oleh sekelompok orang. 

Persoalannya, kata Saan, apakah akan menjadi lebih murah biaya atau money politics-nya, atau justru bisa jadi akan lebih mahal jika pilkada dikembalikan seperti dulu.

“Pada intinya saya ingin katakan bahwa evaluasi terhadap pilkada langsung itu perlu," katanya. 

“Sebagai pimpinan Komisi II, saya katakan kembali bahwa sampai hari ini kami belum menerima secara resmi terkait dengan soal revisi UU pilkada, apakah itu dari Kemendagri maupun dari masyarakat," katanya. 

Tetapi Komisi II, menurut dia, tetap memasukkan itu sebagai bagian dari Prolegnas, apakah akan masuk prioritas atau tidak.[]

Add Comment