Pemerintah Diharap Lebih Kreatif Tangani Defisit BPJS
JAKARTA (28 November): Masalah defisit BPJS telah memasuki babak baru, di mana untuk mengatasinya pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS. Namun Fraksi Partai NasDem DPR RI menyarankan agar defisit BPJS dibebankan sebagai pajak atau iuran tambahan dari barang-barang premium.
Saran tersebut disampaikan anggota Komisi X DPR RI, Rico Sia dari Fraksi Partai NasDem pada seminar ‘Quo Vadis Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan: Solusi Defisit atau Amanah Konstitusi Jaminan Kesehatan Warga Negara”di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11). Seminar ini bertujuan mendengarkan para ahli serta pihak BPJS untuk dapat merumuskan kebijakan yang tepat terkait defisit BPJS.
Seminar tersebut juga dihadiri anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI lintas komisi di antaranya, Tamanuri, Nurhadi, Farhan dan Fadholi. Seminar dimoderatori Kapoksi IX Hasnah Syam.
Rico Sia dalam sesi tanggapan memberikan contoh pajak barang-barang premium yang bisa digunakan untuk menutupi defisit BPJS. Contohnya adalah bahan bakar kelas atas seperti Pertamax Turbo. Bisa saja harga bahan bakar Pertamax Turbo dinaikan namun jangan sampai melebihi harga kompetitornya. Selisih harga itu digunakan untuk membayar defisit BPJS.
“Saya rasa pemakai mobil mewah di Indonesia juga tidak keberatan dengan kenaikan harga bahan bakar sekelas Pertamax Turbo untuk membantu menutupi defisit BPJS,” kata politisi NasDem dari daerah pemilihan Papua Barat itu.
Contoh tersebut, kata Rico Sia adalah cara-cara kreatif yang diharapkan bisa datang dari pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS, agar jangan sampai permasalahan defisit BPJS justru dibebankan kepada masyarakat melalui kenaikan iuran BPJS.
“Saya sangat berharap pemerintah menempuh cara-cara kreatif seperti yang saya sebutkan itu dalam mengatasi defisit BPJS. Jangan masalah ini dibebankan kepada masyarakat. Apabila pemerintah ingin menaikkan iuran BPJS, harus diimbangi dengan menaikkan upah minimum regional (UMR)," tambahnya.
Politisi NasDem itu juga memberi masukkan kepada BPJS terkait dengan data BPJS yang tidak tersinergi dengan data Dukcapil, khususnya dalam hal penggratisan iuran BPJS. “Saya merupakan contoh nyata kekacauan data ini. Saya yang tinggal di kawasan perumahan menengah atas justru mendapatkan fasilitas iuran gratis BPJS. Setelah saya melapor ke BPJS pun tidak ada perubahan. Ini kan kacau," tambah dia.
Rico Sia mengimbau mereka yang juga tergolong mampu namun mendapatkan fasilitas gratis, untuk melaporkan ke BPJS agar nantinya iuran gratis tersebut dapat dialihkan kepada warga yang lebih membutuhkan.
Disisi lain, BPJS juga harus mengecek alamat tempat tinggal penerima iuran gratis. Jangan sampai tinggal di perumahan mewah namun BPJS nya dibayar pemerintah.*