Natal 2019 Momentum Menata Kembali Kebersamaan
JAKARTA (23 Desember): Menguatnya politik identitas yang menjadi fenomena pada beberapa negara, termasuk Indonesia telah menumbuhkembangkan sentimen saling curiga.
Bahkan lebih jauh, muncul kebencian yang menjurus pada aksi intoleran antarumat beragama.
“Kedudukan mayoritas yang idealnya melindungi minoritas justru pada sejumlah kasus berkecenderungan menjadi superior. Kegiatan beragama, beribadah dari pemeluk agama lain direcoki. Keberagaman dianggap sebagai ancaman,” kata politisi Partai NasDem Lestari Moerdijat di Jakarta, Minggu (22/12)
Lebih jauh Wakil Ketua MPR RI itu mengingatkan Natal 2019 penting menjadi momen refleksi diri. Tidak perlu merujuk siapa menunjuk siapa, tetapi lebih penting daripada itu adalah kesempatan bagi bangsa ini untuk merajut kembali semua yang terkoyak oleh politik identitas dan kembali kepada tatanan kebersamaan yang plural.
Menurut perempuan yang akrab disapa Mbak Rerie itu, Natal 2019 saatnya merangkul saudara-saudara sesama anak bangsa yang merayakan agar dapat menjalankan ibadah dengan damai.
“Menjadi tanggung jawab kita bersama menjaga perdamaian, kenyamanan, dan harmoni,” cetusnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut percaya bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah semangat yang mampu menyatukan perbedaan, sebab bangsa Idonesia sangat kaya dengan keberagaman seperti suku, bahasa dan agama.
“Sebagai bagian dari kekayaan itu, kita berkewajiban untuk menjaga kekayaan itu,” tegas Mbak Rerie.
Penodaan terhadap aset bangsa, lanjutnya, adalah tangisan kesedihan bagi semua. Rerie tidak ingin Ibu Pertiwi menangis dan bersusah hati berkepanjangan. “Budaya lokal adalah bagian dari kekayaan yang kita miliki, namun dalam konteks kebangsaan, budaya lokal tidak boleh menihilkan kekayaan dan kebersamaan di antara kita,” imbuhnya.
Sebagai partai moderen dan terbuka yang menjunjung tinggi nasionalisme kebangsaan, Rerie menyatakan Partai NasDem ikut prihatin jika semangat kedaerahan berubah menjadi tirani dan menciderai kebhinekaan anak bangsa.*