Bank Penyalur KUR Perlu Identifikasi Debitur Bermasalah
YOGYAKARTA (24 Desember): Bank penyalur kredit usaha rakyat (KUR) perlu mengidentifikasi debitur bemasalah untuk dapat mengevaluasi kekurangan dan memperbaikinya. Melalui evaluasi itu setidaknya diketahui persoalan utama yang menyebabkan debitur menunggak atau tidak mampu membayar pinjaman.
Hal itu dikemukakan anggota Komisi VI DPR RI Fraksi NasDem, Subardi setelah melakukan reses di dapilnya DI Yogyakarta. Reses berlangsung sejak 23-31 Desember 2019.
Subardi mengawali reses dengan mengunjungi tiga bank BUMN yaitu PT Bank Rakyat Indonesi (Tbk), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI). Kunjungan itu dalam rangka pengawasan DPR RI terhadap distribusi subsidi dari negara dalam bentuk KUR yang dikelola beberapa bank tersebut.
Subardi mengatakan evaluasi penting karena debitur menjadi bermasalah karena usahanya hanya didasarkan pada trend tanpa keahlian dan pengetahuan yang cukup, di sisi lain debitur tidak memiliki kelompok yang saling menguatkan.
Legislator NasDem itu mengatakan pengawasan tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana distribusi KUR dapat meningkatkan perekonomian dan memperbaiki taraf hidup masyarakat. Selain itu melihat apakah program subsidi KUR mampu memberi revenue atau justru memberi kerugian bagi bank penyalur KUR.
Hingga Desember 2019 distribusi KUR di DIY dapat dikatakan cukup maksimal kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selama tahun 2019, BRI mampu menyalurkan Rp1,80 triliun kepada 86.070 debitur. Sedangkan BNI menyalurkan sebanyak Rp200,75 miliar.
Agar KUR dapat memberi dampak bagi pertumbuhan UMKM, dibutuhkan infrastruktur yang menunjang bukan sekadar pendistribusian. Hal itu diperlihatkan BRI dengan mengembangkan Rumah Kreatif BUMN untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pelaku UMKM.
Namun demikian, nilai NPL (Non Performing Loan) dari bank penyalur KUR di DIY masih tergolong kecil, yaitu dari 2.500 debitur hanya 7 orang yang bermasalah. Hal tersebut karena karakteristik pelaku UMKM di Yogya konsisten melakukan pembayaran.
Subardi menambahkan perlu adanya integrasi dari lembaga dan instansi terkait untuk melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap UMKM. Hal itu diharapkan mempermudah akses pelaku UMKM dalam seluruh tahapan proses mulai dari produksi, perizinan, standarisasi dan akses pasar nasional hingga internasional.
Dari kunjungan yang dilakukan, diketahui bahwa banyaknya izin yang tumpang tindih antar instansi dan lembaga satu dengan lainnya merupakan salah satu persoalan yang menghambat UMKM untuk berkembang. Dengan demikian integrasi menjadi sangat penting dilakukan.
Di akhir kunjungan pada 23 Desember 2019, Subardi bersama tim dari BNI berkunjung ke rumah produksi UMKM bumbu pecel dan gado-gado Mutiara Sari di Gamping Kidul, Sleman.
Kepada Subardi, pemilik UMKM Sujiono menyampaikan bahwa dengan mengakses dana KUR mereka bisa menghasilkan produksi yang jauh lebih banyak. Namun saat ini yang menjadi persoalan besar bagi usaha bumbu pecel dan gado-gado Mutiara Sari berupa pemasaran yang dinilai masih terbatas. *