a

Kasus Natuna, Kita Dukung Sikap Tegas Pemerintah

Kasus Natuna, Kita Dukung Sikap Tegas Pemerintah

Oleh Muhammad Farhan*)

SITUASI di perairan Natuna saat ini menunjukkan kepada kita bahwa menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di wilayah kelautan Indonesia harus dikerjakan dengan sangat sungguh-sungguh dan kita harus siaga 24 jam.

Berdasarkan informasi di lapangan, pada 19 Desember 2019 kapal Cost Guard Tiongkok sempat dihalau oleh kapal Bakamla (KN Tanjung Datu), namun mereka hanya bergerak mundur sedikit dan kembali memasuki wilayah NKRI. 

Pihak NKRI saat itu menghindari terjadinya kontak senjata. Menurut saya, ini langkah yang tepat.

Langkah dan sikap yang diambil oleh pemerintah Indonesia melalui Kemenlu yang telah memprotes keras pemerintah RRT berdasarkan laporan dari patroli Bakamla di Natuna juga sudah tepat.

Fakta di lapangan, konflik di perairan Natuna tidak hanya melibatkan  kapal dari Tiongkok, namun kita juga memiliki masalah dengan kapal illegal fishing dari Vietnam, karena kita masih punya masalah overlapping claim dengan mereka.

 Berdasarkan hukum internasional, kita dan Vietnam sama-sama punya hak untuk mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) yang ada di sana sebelum perjanjian batas maritim ditetapkan. 

Sikap tegas Bakamla harus kita apresiasi,  untuk wilayah perairan yang overlap, setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dulu, Bakamla langsung mengusir kapal nelayan Vietnam dan kapal asing lainnya.

Untuk kapal asing yang sudah masuk wilayah dan bukan overlap, Bakamla dengan tegas langsung menangkap kapal-kapal asing tersebut.

Industri perikanan asing sangat dominan di seputar perairan Natuna saat ini membuat wilayah di sana tampak lebih dikuasai oleh nelayan Vietnam dan Tiongkok. Bahkan sebuah media asing sempat menyebutkan perbandingan jumlah kapal nelayan Vietnam dengan Indonesia adalah 150:1. 

Bahkan menurut informasi, operasi Bakamla di Natuna hampir tidak pernah menemukan nelayan Indonesia, tetapi lebih banyak menjumpai nelayan asing. 

Pemerintah kita hingga saat ini sudah melaksanakan peran penjagaan dan pengusiran terhadap China Cost Guard dan kapal-kapal nelayannya, namun mereka tidak menggubris karena stand point mereka adalah wilayah tersebut merupakan wilayah mereka. 

Kita sejalan dengan keputusan politik nasional bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah ZEE NKRI berdasarkan UNCLOS 1982. 

Kita juga menghormati putusan PCA tentang SCS di mana Nine Dash Line dari klaim Tiongkok tidak kita akui. Maka kita menolak segala klaim RRT di Natuna.

 Pemerintah perlu menguatkan posisi tersebut dengan menggelar operasi berkordinasi dengan TNI dan Bakamla.

Momentum konflik di perairan Natuna ini juga harus dimanfaatkan untuk membuka kembali pembahasan perjanjian ZEE dengan Vietnam dan Tiongkok dalam kerangka kerja sama ASEAN-China. Pasalnya masalah ini juga menyangkut pada strategi pemerintah untuk dapat mengundang lebih banyak lagi investor asing ke Indonesia, tanpa harus mengorbankan kedaulatan wilayah NKRI.

Terakhir kita pun sangat mendukung salah satu poin penting pada rapat Kemenko Polhukam, Menhan Prabowo Subianto yang  telah menyarankan untuk mengubah Permenhan yang memberikan wewenang Bakamla untuk memperkuat senjata yang diharapkan dapat memperkuat pengamanan kedaulatan wilayah laut NKRI.[]

MUHAMMAD FARHAN,

Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem dan anggota Komisi I.

Add Comment