Warga Wakatobi Diminta Daftarkan Tanah
WAKATOBI (14 Februari): Tingkat partisipasi masyarakat untuk mendaftarkan tanah pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, relatif rendah.
Atas fakta itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menilai masyarakat Wakatobi masih memandang bahwa tanah belum mempunyai harga, jauh berbeda dengan masyarakat di Jawa.
"Di Jakarta, daerah Menteng, harga tanah per meternya mungkin sekarang mencapai Rp150 juta. Jadi 10 meter saja sudah Rp1,5 miliar. Nilai tersebut dibandingkan dengan di Wakatobi mungkin bisa beli ratusan hektar. Karena harganya tinggi, maka antusiasme masyarakat untuk mendaftarkan tanah juga tinggi," kata Saan dalam pertemuan Tim Kunspek Panja PTSL Komisi II DPR RI dengan Kepala Kanwil BPN dan Kakan BPN kabupaten/kota se Sultra di Wakatobi, Kamis (13/2).
Legislator Partai NasDem itu menilai masih ada kekhawatiran masyarakat jika mendaftarkan tanahnya maka akan dikenakan biaya pajak. Mereka berpandangan, nanti akan lebih mahal bayar pajaknya dibandingkan pendaftarannya sehingga masyarakat masih enggan untuk mendaftarkan tanahnya, bahkan menyertifikatkannya.
"Tapi karena ini sebuah bentuk pelayanan terhadap warga negara, tetap harus kita lakukan. Kita mesti berpikir untuk 20 tahun yang akan datang. Jangan sampai masyarakat sudah ada persoalan, baru mereka mendaftarkan tanahnya. Kita tentu harus memastikan ke depan tidak ada permasalahan terkait tanah," harapnya.
Legislator NasDem dapil Jawa Barat VII ini meminta agar peran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) untuk sama-sama saling menyosialisasikan pentingnya program PTSL itu. Ketika kepala daerah tidak mendukung, jika ada persoalan pertanahan, maka pihak pemerintah daerah juga lah yang akan kena dampak.
"Dulu saya juga hampir tiap hari demo semasa aktivis di Jawa Barat terkait permasalahan tanah. Kita ingin bagaimana BPN dalam rangka program PTSL dan penanganan konflik bisa bersinergi dengan pemda. Karena ini sama-sama untuk kepentingan masyarakat, jangan sampai ada saling menghambat," pesannya.
Sekretaris Fraksi NasDem DPR itu juga mengatakan bahwa luas Republik ini tidak pernah bertambah sejak zaman kemerdekaan, namun kebutuhan akan tanah terus meningkat.
Saat ini di Wakatobi jarang terdengar permasalahan sengketa tanah. Akan tetapi, kata Saan, jika infrastruktur berkembang pesat, persoalan pasti ada. Baik itu sengketa tanah secara vertikal maupun horizontal.
"Program PTSL ini sesuai dengan komitmennya, yakni keberpihakannya kepada rakyat, supaya masyarakat punya kepastian hukum, bahwa tanah ini milik dia. Kalau ada persoalan dia punya legalitasnya dan bisa jadi nilai tambah. Misalnya bisa untuk pinjam uang di bank," tambahnya.
Ke depan, kata Saan, dengan program PTSL ini, seluruh tanah di Indonesia terpetakan dengan baik. Sehingga peta pertanahan Indonesia memiliki sistem one map policy atau single land administration. Jadi, kepemilikan tanah dapat diketahui dengan mudah. Saan meyakini hal tersebut akan membuat iklim investasi meningkat.
“Saat ini kita berada di peringkat 73, minimal bisa naik ke 40 atau bisa setara dengan Malaysia, Korea, atau negara-negara di Asia Tenggara,” tambahnya. (DPR/BA/*)