Maksimalkan Cukai Rokok dan Plastik

JAKARTA (16 Februari): Pemerintah harus mampu menggali potensi di dalam negeri di tengah situasi ekonomi global yang melambat plus mewabahnya virus Corona. Salah satunya lewat cukai rokok dan plastik. Keduanya dikonsumsi dan dimanfaatkan jutaan rakyat Indonesia. Ini semua harus dikejar dengan merumuskan regulasinya untuk memaksimalkan target penerimaan 2020.

"Rokok dikonsumsi oleh jutaan rakyat Indonesia dan membuat candu, baik oleh kelompok ekonomi bawah, menengah, atas, tua, muda, pria, sampai wanita banyak yang mengkonsumsi rokok. Tak peduli harga dan dampak kesehatannya," kata anggota Komisi XI DPR RI Rudi Hartono Bangun dalam rilisnya, Jumat (14/2).

Legislator NasDem itu menegaskan bisnis rokok sangat besar. Masyarakat penikmat rokok menyumbang pundi-pundi kekayaan perusahaan rokok dan pemilikya. Untuk itulah pemerintah harus menaikkan cukai rokok, agar para penikmat rokok bisa menyumbang dengan kontribusi nyata kepada negara.

Jika pajak cukai dinaikan, lanjut Rudi, negara tentu mendapat tambahan pendapatan. Namun, pajak tersebut juga bakal digulirkan kembali dalam bentuk pembangunan di daerah berupa infrastruktur, sarana prasarana, fasilitas umum, dan lain-lain.

"Itu konsen saya kepada Menkeu (Menteri Keuangan) dan Dirjen Bea Cukai agar RUU (Rancangan Undang-Undang) Cukai Rokok segera kita buat," tegas Legislator NasDem dapil Sumatera Utara III itu.

Dia juga menyerukan agar penggunaan plastik dikenai cukai. Potensi cukai plastik bisa sampai Rp3 triliun. Plastik yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat ini sangat lama untuk bisa terurai di alam ketika menjadi sampah. Akibatnya, pemerintah harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mengatasi dampak sosial dan lingkungan dari penggunaan plastik.

"Saya mengusulkan juga plastik harus dikenai cukai dengan harga yang sangat murah. Jutaan manusia Indonesia pasti menggunakan plastik dan jutaan plastik jadi limbah. Wajar pajak cukai yang diambil negara karena akan dipergunakan kembali untuk rakyat. Potensinya bisa mencapai Rp3 triliun per tahun hanya dari plastik kresek. Belum lagi dari plastik bahan minuman lainnya. Ini harus segera dibuat RUU-nya, agar pelaksanaannya mendasar," urai Rudi. (DPR/*)

Add Comment