Insentif Pemulihan Ekonomi Harus Mampu Dorong Sektor Potensial
JAKARTA (11 Juni): Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah merancang secara holistik sistem insentif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuannya agar insentif itu mampu mendorong sejumlah sektor potensial seperti pertanian, UMKM, serta startup lokal, sehingga Indonesia mampu bertahan dan keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19 ini.
"Dampak pandemi ini harus bisa diatasi apa pun tantangannya. Karena itu saya sangat berharap insentif yang diberikan dialokasikan dengan tepat pada sektor yang mampu menggerakkan ekonomi," kata Lestari Moerdijat dalam diskusi daring bertema Mempersiapkan Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Pandemi Covid-19, Rabu (10/6).
Diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar12 bersama DPP Partai NasDem bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis itu dimoderatori Staf Ahli Wakil Ketua MPR RI, Bidang Penyerapan Asiprasi Masyarakat, Luthfi Assyaukanie.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut Enggartiasto Lukita ( Menteri Perdagangan RI Kabinet Kerja 2016-2019), Rosan Roeslani (Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia), Shaanti Shamdasani (Presiden & CEO S ASEAN International Advocacy & Consultancy, dan Ketua DPP Partai NasDem, Bidang Ekonomi). Sedangkan, Martin Manurung (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI) dan Suryopratomo (Wartawan Senior, Dewan Redaksi Media Group) sebagai panelis.
Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, agar bisa keluar dari hantaman dampak pandemi Covid-19 secara ekonomi, bangsa Indonesia harus bangkit, dengan memanfaatkan peluang sekecil apa pun untuk maju dan mengatasi tantangan.
Menyikapi hal itu, Enggartiasto Lukita mempertanyakan, apakah Indonesia siap mengejar ketertinggalan dari negara tetangga di sisi ekspor.
Ketergantungan industri kita pada bahan baku sumber daya alam yang diimpor dari negara lain, menurut Enggartiasto, masih jadi kendala dalam bersaing dengan negara lain.
Selain itu, tambah dia, ekspor Indonesia masih didominasi sumber daya alam seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Padahal produk pertanian Indonesia seperti buah-buahan berpotensi menjadi penggerak perekonomian.
"Dengan catatan ada penataan kembali izin impor buah-buahan yang berlaku selama ini. Buah-buahan yang bisa diproduksi di dalam negeri, semestinya tidak perlu lagi dibuka impornya," jelas Enggartiasto.
Menurut dia, Indonesia bisa memanfaatkan peluang konsumsi domestik untuk menyerap berbagai produk dalam negeri untuk menggerakan roda ekonomi. Salah satu solusi agar industri dalam negeri survive, menurut Enggartiasto, menunggu omnibus law bidang ekonomi selesai dibahas dan bisa diaplikasikan.
Ketua Kadin, Roslan P Roeslani mengungkapkan, dampak wabah Covid-19 terhadap dunia usaha di Tanah Air sangat besar. Hitungan dari para anggota Kadin, menurut Rosan, saat ini sekitar 6,4 juta orang dirumahkan dan PHK. "Komposisinya 90% dirumahkan dan 10% terkena PHK."
Meski begitu, Rosan mengaku mendapat informasi bahwa hingga 2 Juni 2020 Otoritas Jasa Keuangan sudah selesai merestrukturisasi kredit perbankan senilai Rp609 triliun.
"Ini angka yang besar dan bisa berdampak besar untuk dunia usaha," ujarnya.
Rosan berharap pemerintah dan swasta bisa merespon dampak pandemi Covid-19 di Tanah Air dengan kebijakan dan langkah yang sinergis agar bisa melewati krisis dengan selamat.
Martin Manurung sependapat dengan Enggartiasto. Legislator NasDem itu berharap agar pemerintah tidak mudah dikendalikan pasar dengan menata kembali sejumlah kebijakan.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu, wabah Covid-19 ini membuka mata kita bahwa bangsa ini rapuh di sektor kesehatan, pangan dan energi.
"Untuk tiga sektor kebutuhan dasar itu kita tidak bisa bergantung semata pada mekanisme pasar. Harus ada kebijakan tepat agar kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan, pangan dan energi tercukupi dengan baik."
Sementara Shaanti Shamdasani mengatakan saat ini Indonesia berada di tengah-tengah berdasarkan perkiraan sejumlah lembaga keuangan dunia melihat pertumbuhan ekonomi sejumlah negara.
"Berdasarkan perkiraan sejumlah lembaga keuangan dunia, ekonomi Indonesia masih punya potensi rebound," jelas Shaanti.
Sejumlah proyek padat karya, potensi sektor pertanian dan produksi sejumlah kebutuhan rumah tangga, menurut Shaanti, bisa menjadi sektor yang dikembangkan dan berpotensi menggerakkan ekonomi nasional.
Kendala yang dihadapi untuk merealisasikan peluang di sejumlah sektor itu, menurut Presiden & CEO S ASEAN International Advocacy & Consultancy yang juga Ketua Bidang Ekonomi DPP Partai NasDem itu, merupakan kendala klasik yang belum diatasi secara tuntas oleh pemerintah.
"Mereform regulasi dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia salah satu pekerjaan rumah bangsa ini yang belum tuntas," ujar Shaanti.
Menanggapi itu, Suryopratomo menilai proporsi insentif yang dikucurkan pemerintah terhadap dunia usaha untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, terlalu kecil jika dibandingkan dengan negara lain. "Dan kita juga tidak bisa berharap insentif itu bisa mengubah kondisi ekonomi kita bisa rebound seperti kurva V. Jangan-jangan malah mengikuti kurva huruf L, yang tidak tahu ujungnya," ujar anggota Dewan Redaksi Media Group itu.
Sementara itu wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat insentif yang dialokasikan pemerintah seharusnya lebih banyak dialokasikan sebagai dana talangan untuk usaha-usaha kecil yang sangat terdampak wabah Covid-19.
Dengan aliran dana talangan ke usaha kecil seperti tukang cukur, salon dan sejumlah usaha lainnya, jelas Saur, efeknya langsung mengena ke masyarakat. "Ini bisa menenangkan masyarakat di tengah pandemi yang belum jelas ujungnya."
Karena, kata Saur, bila usaha kecil itu beroperasi kembali, artinya ada serapan tenaga kerja. Jika itu terjadi pada ribuan atau puluhan ribu usaha kecil tentu dampaknya juga besar.*