Harus Diperbaiki Strategi Pemberantasan Narkoba

JAKARTA (26 Juni): Bertepatan dengan Hari Anti-Narkoba Internasional yang diperingati setiap tanggal 26 Juni  hari ini, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Taufik Basari mendorong agar negara memperbaiki kebijakan narkotika yang diterapkan di Indonesia.

Menurut Taufik, kebijakan narkotika, psikotropika dan obat terlarang (narkoba) di Indonesia ada yang harus diperbaiki agar bisa tercapai tujuan memutus mata rantai penyebaran narkoba.

“Selama ini ketika kita berbicara tentang pemberantasan narkoba, maka yang lebih ditonjolkan adalah persoalan hukumnya. Padahal dalam perkembangannya persoalan narkoba juga mencakup isu kesehatan, psikologi, ekonomi dan kriminologi,” ujar Taufik Basari dalam keterangan tertulis yang dikirim ke partainasdem.id, Jumat (26/6).

Menurut anggota DPR RI dari dapil Lampung I itu, harus ada perbaikan strategi dan pendekatan dalam hal memberantas narkoba. Taufik menjelaskan ada tiga pendekatan penting dalam kebijakan narkotika yang harus diperhatikan yakni mengurangi permintaan atas narkoba, menutup pasokan narkoba, dan menyembuhkan korban narkoba.

“Pendekatan demand reduction, supply reduction dan harm reduction, menjadi penting agar tujuan menghentikan penyalahgunaan narkoba tercapai” tegas Taufik.

Legislator NasDem itu juga menyatakan ternyata masih banyak pengguna dan pecandu narkotika yang dihukum menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan (lapas), padahal mereka adalah korban. 

“Pengguna dan pecandu itu korban. Mereka harus disembuhkan bukan dihukum dalam sel. UU Narkotika sudah mengarah pada kebijakan ini tapi implementasinya masih belum konsisten” kata Taufik. 

Wakil rakyat itu menjelaskan, menghukum pengguna tidak akan mengurangi pasar narkoba. Selepas pengguna menjalani pidana, jika masih kecanduan, tetap saja akan menjadi sasaran predator pengedar narkoba. 

"Oleh karena itu, sembuhkan mereka dengan rehabilitasi agar berkurang permintaan narkoba,” tegas Taufik.

Akibat pendekatan hukum yang keliru terhadap para pengguna narkoba itu, katanya, telah mengakibatkan kelebihan kapasitas (over capacity) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). 

Dalam rapat kerja Komisi III DPR RI, Menkumham Yasonna Laoly membeberkan data pertumbuhan penghuni Lapas mengalami overcrowding hingga 105% pada periode 2015-2019. Dari jumlah itu, sebanyak 47% atau 123.337 warga binaan adalah kasus narkotika. Dari jumlah tersebut, 44.707 di antaranya merupakan kasus pengguna narkotika.

Berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI dan LPSK periode 2015-2019, lanjut Taufik,  persoalan over capacity Lapas telah memicu terjadinya praktik penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya yang merendahkan martabat di Lapas-Lapas.

“Data dan temuan tersebut adalah bukti bahwa kebijakan narkotika di Indonesia harus diperbaiki. Karena itu dalam revisi RUU Narkotika yang telah masuk ke dalam prolegnas ini, pendekatan kesehatan, aspek ekonomi dan kriminologi harus menjadi pijakan perubahan. Tempatkan pengguna narkoba sebagai korban dengan rehabilitasi, bukan menghukumnya dengan pemenjaraan,” tegas Taufik Basari. (RO/*)

Add Comment