Baleg Sepakati RUU Pelindungan PRT Jadi Inisiatif DPR
JAKARTA (1 Juli): RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tidak lama lagi akan disahkan menjadi undang-undang. Ini artinya, untuk pertama kalinya, kehidupan profesional PRT akan dilindungi UU.
Kepastian itu didapat setelah seluruh fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati rumusan yang telah dibahas Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT dalam pleno Baleg yang berlangsung hari ini, Rabu (1/7) di Kompleks DPR, Jakarta.
“Berdasarkan aspek teknis perumusan dan substansi RUU, Panja berpendapat bahwa RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga dapat diajukan sebagai RUU usul inisiatif DPR RI. Namun demikian Panja menyerahkan keputusan kepada pleno Baleg, apakah rumusan RUU yang dihasilkan Panja dapat diterima anggota Baleg,” kata Ketua Panja RUU PPRT, Willy Aditya membacakan laporan kerjanya di depan rapat pleno Baleg DPR.
Menurut Willy, setelah disepakati pleno Baleg, RUU tersebut akan dibawa ke tingkat paripurna DPR untuk disepakati. Jika paripurna DPR menyetujui sebagai RUU usul inisiatif DPR maka drafnya akan diserahkan kepada pemerintah.
Selanjutnya, pemerintah akan mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR untuk memulai pembahasan.
"Setelah Surpres turun, akan dirapatkan di Badan Musyawarah dibahas di AKD (alat kelengkapan dewan) mana," kata Willy dalam keterangan tertulisnya ke partainasdem.id.
Legislator NasDem itu menjelaskan, RUU PPRT terdiri atas 12 Bab dan 34 Pasal. Hal-hal pokok yang diatur didalamnya antara lain soal perekrutan PRT baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Salah satu spirit mendasar dalam RUU ini adalah bahwa pelindungan terhadap PRT dalam relasi sosiokultural, bukan hubungan industrialis,” jelas Willy.
Anggota Fraksi NasDem DPR RI dari dapil Jawa Timur XI itu mengatakan, selama dalam pembahasan Panja, RUU PPRT berisi tujuh pokok pemikiran terkait relasi dan kehidupan profesional PRT. Pertama, pengaturan mengenai pelindungan terhadap PRT mengedepankan asas kekeluargaan sebagai nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Kedua, perekrutan PRT dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Di sini, perjanjian kerja tertulis hanya diberlakukan pada PRT yang direkrut secara tidak langsung melalui penyalur PRT.
Berikutnya, penyalur PRT adalah badan usaha yang berbadan hukum. Yang keempat, RUU PPRT juga mengatur mengenai bagaimana pelindungan terhadap PRT dari diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, baik dari penyalur PRT maupun pemberi kerja, dijalankan.
Kelima, RUU PPRT bicara mengenai bagaimana calon PRT mendapatkan pendidikan, baik dari Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, maupun dari penyalur PRT.
“Yang keenam, di dalam RUU juga termaktub ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan bagi calon PRT, termasuk pendidikan tentang norma-norma sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan konteks tempat bekerja sehingga penyelenggaraan PRT dapat menjaga hubungan sosiokultural antara pemberi kerja dengan PRT,” kata Willy.
“Ketujuh, pengawasan terhadap penyelenggaraan PRT dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Tentunya lewat pendelegasian wewenang,” imbuhnya.
Willy, yang juga Wakil Ketua Baleg itu tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya atas proses yang telah berjalan sejauh ini. Baginya, kehadiran UU PPRT ini nantinya akan semakin menunjukkan bagaimana negara hadir dalam upaya melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
“Ini menjadi salah satu manifestasi bagaimana negara hadir bagi entitas yang selama ini tidak mendapatkanya. Padahal dinamika kehidupan PRT cukup kompleks,” tuturnya.
Dia juga menjelaskan, persoalan PRT dengan segala dinamikanya bukan sekadar relasi antara pekerja dan pemberi kerja belaka. Dalam perikehidupan menyangkut PRT juga kerap ditemui penipuan, eksploitasi, bahkan hingga ke level human traficking.
“Jadi RUU ini bukan hanya bicara soal upah atau hak PRT dan kewajibannya. RUU ini juga bicara soal pencegahan atas potensi-potensi penindasan atas diri seorang manusia,” ungkap Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI itu.
Selama pembahasannya, Panja RUU PPRT telah mengundang narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Mereka antara lain para pakar, aktivis buruh, kalangan LSM, sosiolog, akademisi, hingga komisioner Komnas HAM.
Secara pribadi, Willy menyatakan, dirinya berharap RUU ini akan segera disahkan dan tidak menemui aral melintang. Baginya, RUU ini akan menjadi sejarah bagi bangsa dan negara ini dalam upaya menjalankan amanat konstitusi.
“PRT ini dari dulu sudah hadir dalam kehidupan sehari-hari kita. Yang belum hadir adalah upaya negara melindungi keberadaannya,” tutupnya.(*)