Terminologi Ahli Cenderung Alami Distorsi
JAKARTA (6 Juli): Sejumlah praktisi dan akademisi hukum sepakat bahwa sudah saatnya Indonesia memperbaharui politik hukum atas Peninjauan Kembali (PK) agar searah dengan perkembangan hukum pidana dunia.
Hal itu antara lain rangkuman seminar online bertajuk "Pembaharuan Politik Hukum PK di Indonesia", yang berlangsung, Senin (6/7).
Topik seminar tersebut merujuk pada disertasi Roy Rening yang dipertahankannya dalam Sidang Terbuka Guru Besar Univeristas Padjadjaran (Unpad) Bandung beberapa waktu lalu.
Menurut ketentuan Pasal 263 KUHAP, ada tiga alasan seorang terpidana mengajukan PK. Pertama adanya bukti baru atau yang lebih dikenal dengan novum. Kedua adanya kekhilafan hakim dan yang ketiga terdapatnya pertentangan keputusan.
Roy mengusulkan agar pendapat ahli dikategorikan sebagai novum. Hal itu sejalan dengan temuannya atas perkembangan hukum pidana di negeri Belanda yang telah menerima pendapat ahli sebagai novum.
Menanggapi hal tersebut, Wasekjen Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP NasDem yang juga pengacara senior, Hermawi Taslim yang tampil sebagai salah seorang pembicara mengatakan bahwa temuan Roy Rening patut diapresiasi dalam mengatasi berbagai permasalahan PK di Indonesia.
Namun, tambah Taslim, sebelumnya harus ada penataan dan akreditasi yang ketat terhadap oknum yang dikategorikan sebagai 'ahli' , agar tidak terjadi distorsi yang justru dapat merusak tatanan hukum pidana, khususnya PK.
"Karena saat ini terminologi ahli cenderung mengalami distorsi dan dekadensi, sehingga pendapat ahli tersebut cenderung asal-asalan, tidak orisinal dan tidak independen," tegas Taslim kepada partainasdem.id, Senin (6/7).
Taslim menyitir ungkapan almarhum Gus Dur yang mengatakan bahwa saksi ahli di Indonesia sedang mengalami kemerosotan moral, cenderung menjadi "Saksi Tukang", bersaksi sesuai pesanan bukan sesuai keahlian.
Seminar PK tersebut menarik banyak minat berbagai kalangan, terbukti banyaknya peserta yang dalam antrian dan terpaksa digilir moderator.
Turut turut berbicara dalam seminar online itu pakar hukum pidana Luhut MP Pangaribuan, mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan Dekan FH Atmajaya-Makassar, Anton Sudirman.(HT/*)