Rusdy Mastura Mengenang Kejayaan 'Kampung Ringgit'

AMPANA (10 Juli): Dalam kunjungan ke Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah (Sulteng), Calon Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura bersama Bupati Tojo Una-Una, Mohammad Lahay dan Ketua DPRD Kabupaten Tojo Una-Una Mahmud Lahay menyempatkan diri bertemu masyarakat Kecamatan Una-Una di Pulau Una-Una. Selain itu mereka pun melakukan konsolidasi dengan pengurus Partai NasDem di Desa Cendana, Kecamatan Una-Una, Kabupaten Tojo Una-Una, Kamis (9/7).

Dalam pertemuan tersebut, Kak Cudi, begitu Rusdy Mastura akrab disapa, mengisahkan pengalamannya di tahun 1983 saat Gunung Colo mengamuk yang mengakibatkan erupsi dan letusan disertai gempa bumi. Itu adalah akhir dari cerita kejayaan “Kampung Ringgit”.  

Saat erupsi terjadi, seluruh warga se Kecamatan Una-Una mengungsi ke Ampana. Semua harta benda ditinggalkan. Kota dan jalan lingkar sepanjang 30 kilometer mengalami down-litf (penurunan permukaan tanah secara cepat) menelan seluruh peradaban penghasil kopra terbaik di Asia Tenggara tersebut. 

Kala itu bersama para aktivis di bawah bendera Pemuda Pancasila, Rusdy Mastura membawa misi kemanusiaan ke Gunung Colo di Pulau Una-Una. 

“Saya naik kapal kayu dari Parigi bersama Yapto (Yapto Soerjosoemarno-Ketua Pemuda Pancasila) dan lain-lain. Suasana mencekam. Pantat kapal dihantam ombak dari belakang,” ceritera Rusdy Mastura. 

Pulau Una-Una bagi Rusdy Mastura adalah sebuah kota tua yang bersejarah. Peradaban dan kemasyuran agraris Una-Una telah melahirkan sederet nama dan tokoh nasional. Misalnya Kasim Latjuba yang pernah menjabat Duta Besar, kakek dari artis Sophia Latjuba. Bahkan Gubernur anak negeri pertama Sulteng, Galib Lasahido, putera Una-Una. 

“Pulau Una-Una ini adalah sebuah daerah bersejarah, penuh kejayaan dan kepahlawanan. Ini adalah pulau yang pernah dikunjungi Cokroaminoto (HOS Tjokroaminoto, perintis/pejuang kemerdekaan),” ungkap Cudi.

Menurut Rusdy, Una-Una dan Kepulauan Togean secara keseluruhan adalah bagian dari segitiga coral dunia. Daerah itu bukan saja indah dan mempesona tetapi memiliki khazanah sejarah yang cukup hebat. 

“Walea adalah nama yang diambil dari Wallacea. Dari sini korespondensi surat menyurat antara Charles Darwin dan Wallacea melahirkan teori evolusi dan seleksi alam yang diterbitkan dalam buku On Spesies,” ujar Rusdy Mastura.

Dua desa, Cendana dan Binanguna yang kini dihuni kembali, merupakan sisa-sisa peradaban kejayaan Una-Una sebagai Kampung Ringgit. Diberi julukan Kampung Ringgit, karena di wilayah itu dulunya hanya Pulau Una-Una yang paling kaya. Pulau ini berisi jutaan pohon kelapa yang hasilnya langsung diekspor ke Malaysia. Bahkan, pada tahun 1960-an, transaksi di pulau ini pun menggunakan Ringgit Malaysia, bukan Rupiah. 

Rusdy Mastura mengunjungi daerah ini dan melakukan dialog mendalam dengan sejumlah masyarakat setempat. Warga terkenang satu harapan untuk kembali bisa sejahtera di tanah subur tersebut. 

“Dahulu orang Malaysia sering datang ke sini berdagang kopra. Tradisi Melayu Islam cukup kuat mempengaruhi daerah ini,” ujar Salam, warga Desa Cendana. 

Una-Una dulu adalah Ibu Kota kecamatan yang memiliki pelabuhan sebagai kota bandar di Teluk Tomini. Para saudagar pemilik kopra melakukan perdagangan ke Pulau Jawa hingga ke Asia Timur. 

“Tahun 70-an sudah ada mobil landcruiser di sini bahkan di Ampana belum ada. Bisa dilihat peningggalan rumah-rumah besar dan mewah masih ada,” kata Salam. 

Bak arus balik, Cendana yang dikenal sebagai kampung ringgit, sebuah ibu kota kecamatan yang masyur dari sisa perkebunan kelapa jawatan kolonial Belanda, kini tinggal menjadi sebuah desa bernama Cendana dan Binanguna, sebagai dampak dan traum pasca ledakan Gunung Colo tahun 1983.(NasDem Tojo Una Una/*)

Add Comment