Ada Yang Bangun Narasi Keliru terhadap RUU PKS

JAKARTA (4 Agustus): Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menilai adanya kekeliruan pemahaman sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi ditunda. 

"RUU PKS sebenarnya pernah dibahas di DPR RI pada periode 2014-2019 namun ditunda dan tidak selesai," ujar Taufik saat mengikuti live di Instagram @Mediaindonesia yang dimoderatori Sabam Sinaga, Senin (3/8).

Menurut Taufik Basari, pembahasan RUU PKS dimulai di akhir masa periode 2014-2019 dan bertepatan dengan masa pemilu, kampanye, dan sebagainya. 

"Pada saat itu yang terjadi dibangunlah narasi yang keliru terhadap pemahaman mengenai RUU PKS. Narasi ini dikembangkan sedemikian rupa memasuki banyak pikiran orang dan akhirnya timbul kontroversial," jelas anggota Fraksi NasDem DPR RI dari dapil Lampung I itu. 

Akhirnya, kata Legislator NasDem itu, narasi yang dibangun bertepatan dengan masa menjelang kampanye tersebut, menjadi komoditas politik yang membuat pembahasan RUU PKS menjadi tertunda. 

Taufik mengungkapkan, berbagai macam isu dibangun terhadap RUU PKS tersebut. 

"RUU PKS dianggap mendukung liberalisme terhadap hubungan antarmanusia, mendukung LGBT, melegalkan seks bebas. Itu beberapa pemahaman yang tersebar di masyarakat," jelasnya. 

Menurut wakil rakyat Lampung I yang duduk di Komisi III DPR RI itu, substansi dari RUU PKS itu bisa berlawanan dengan narasi keliru yang ada di masyarakat. 

"Padahal kalau kita baca isi dan memahami substansi dari RUU PKS sebenarnya narasi itu bisa kita hilangkan karena tidak sesuai dengan faktanya," tegasnya. 

Taufik Basari menambahkan, RUU PKS bicara tentang bagaimana melindungi korban kekerasan seksual ketika korban harus menghadapi proses hukum. 

"Kita ingin ada penegakan hukum yang berjalan baik dengan perspektif perlindungan korban dan ada pencegahan yang dilakukan pemerintah," tegasnya.

Selaras dengan itu, Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPW Partai NasDem Provinsi Lampung, Vony Reyneta Dolok Saribu mengatakan, masih banyak kekeliruan di masyarakat terkait korban kasus kekerasan seksual.

"Ini menjadi persoalan bagaimana kita berstrategi meluaskan dukungan bahwa ini bukan hanya menjadi persoalan perempuan dan anak, tapi seluruh jenis kelamin menjadi rentan terhadap kasus kekerasan seksual," jelasnya. 

Ketika RUU PKS ini tertunda, tambah Vony,  harus menjadi suatu anugerah. 

"Anugerah dalam arti, kita masih punya waktu bagaimana RUU PKS ini tidak hanya untuk kepentingan perempuan dan anak. Namun, kita juga harus melebarkan lagi dukungan terutama dari kelompok laki-laki," tegasnya. (HH/*)

Add Comment