Penundaan Pilkada Kebijakan Frustrasi
SURABAYA (22 September): Tahapan Pilkada sudah ditunda lima bulan lalu. Penundaan itu menimbulkan ketidakpastian politik dan hukum di daerah, kata Wakil Ketua DPW Partai NasDem Jawa Timur (Jatim), Moch Eksan, di Surabaya, Jatim, Senin (21/9).
“Penundaan pemilu bukan persoalan sederhana. Bukan pilihan hitam putih, dan bukan pula pilihan hidup dan mati. Pertanyaan mendasarnya, apakah dengan penundaan pilkada otomatis menurunkan kasus baru?” katanya.
Eksan mengatakan, tak ada yang bisa menjamin penundaan pilkada secara otomatis akan menurunkan jumlah kasus baru dan memutus mata rantai penyebaran virus. Justru, menurutnya, citra Indonesia buruk di mata dunia.
Kebijakan penundaan pemilu, tambahnya, merupakan kebijakan frustasi. Pemerintah, partai politik, para tokoh, dan masyarakat dinilai tidak bisa mengedukasi dirinya sendiri untuk hidup baru dengan protokol kesehatan.
"Ini kesempatan pemerintah membuat mapping pandemi untuk melakukan rapid test massal dan mencoba vaksin dalam memerangi virus global ini,” tegas Eksan.
Menurut Eksan, kebijakan normal baru sesungguhnya jalan tengah. Sayangnya, tambah Eksan, disiplin nasional yang rendah menjalani hidup dengan protokol kesehatan yang ketat, menyebabkan penyebaran virus semakin mengganas.
Mantan komisioner KPU Jember itu menilai, usulan penundaan pilkada serentak tak lepas dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan kembali di DKI Jakarta. Kebijakan itu adalah rem darurat untuk mengurangi jatuhnya lebih banyak korban Covid 19.
“Meski Jakarta sebagai episentrum penyebaran virus Corona terbesar di Indonesia sedang tidak pilkada, daerah-daerah lain di Nusantara harus menerima konsekuensi politis demokratis untuk tetap menggelar pilkada,” pungkas Eksan. (NasDemJatim/Imam/*)