Pendidik Harus Adaptif dengan Media Daring
KEDIRI (30 September): Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, berdampak terhadap perubahan aktivitas belajar-mengajar. Tak terkecuali di Indonesia. Pembelajaran daring (online learning) menjadi sebuah pilihan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 semakin meluas.
Praktik pendidikan daring dilakukan berbagai tingkatan jenjang pendidikan sejak tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Tidak ada lagi aktivitas pembelajaran di ruang-ruang kelas sebagaimana lazim dilakukan tenaga pendidik, guru maupun dosen.
Terkait hal itu, anggota Komisi VIII DPR RI, Nurhadi menyatakan di masa pandemi tenaga pengajar harus mengubah pola pikir bahwa pelajaran daring mudah-mudahan bisa lebih efisien, efektif, hemat dan tepat sasaran.
“Membicarakan pembelajaran daring tentu kita tidak lepas dari tenaga pendidik. Di masa pandemi ini, harus melakukan beberapa perubahan cara berpikir. Bagaimana yang selama ini menganggap belajar daring mempunyai kendala, harus diubah mindset-nya bahwa pelajaran daring Insya Allah lebih efisien, efektif, hemat dan tepat sasaran,” kata Nurhadi dalam Webinar Forum Diskusi Publik Ditjen IKP Kemkominfo RI bersama DPR RI dengan tema “Optimalisasi Teknologi Informasi di Masa Pandemi bagi Mahasiswa dan Tenaga Pendidik Madrasah”, Selasa (29/9).
Menurut anggota Fraksi NasDem DPR RI itu, hal tersebut harus dibarengi dengan tenaga pendidik yang melek teknologi atau tidak gagap dengan teknologi.
“Harus inovatif dalam membuat model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan era pandemi,” ujar Nurhadi.
Selain itu, Legislator NasDem dari dapil Jatim VI tersebut mengemukakan, pendidik juga harus adaptif dalam arti bisa memanfaatkan media daring yang kompleks dan dikemas dengan efektif, mudah diakses dan mudah dipahami oleh murid atau mahasiswa. Ada beberapa aplikasi yang dapat digunakan di antaranya zoom, google meet atau video whatsapp untuk peserta yang terbatas.
Kendati demikian, Nurhadi tidak memungkiri bahwa masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran daring di antaranya terkait media pembelajaran.
“Dilihat dari sekitar kita yang selama ini sering terjadi biasanya di madrasah, siswa maupun orang tua siswa yang tidak memiliki handphone untuk menunjang kegiatan pembelajaran daring ini, tentu merasa kebingungan. Jadi ini yang menjadi PR kita bersama,” tegas Nurhadi.
Selain itu, ketersediaan kuota internet pun menjadi hal yang perlu dipikirkan pemerintah. Biaya kuota internet yang tinggi cukup membebani orang tua murid atau siswa.
“Juga perlu dipikirkan bahwa tenaga pendidik juga membutuhkan (kuota internet). Kuota untuk kebutuhan ini menjadi melonjak. Saat ini banyak orangtua siswa atau mahasiswa yang tidak siap menambah anggaran anaknya untuk membeli kuota,” jelas Legislator NasDem itu lagi.
Kendala dalam pembelajaran daring juga terkait jaringan internet di daerah, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di lereng gunung, pinggir pantai dan daerah lainnya. Hal ini pun perlu mendapatkan solusi dari pemerintah.
“Koneksi jaringan internet menjadi salah satu kendala yang dihadapi mahasiswa yang tempat tinggalnya sulit mengakses internet. Kalaupun bisa menggunakan jaringan seluler, jaringan terkadang tidak stabil. Hal ini dikarenakan letak geografis yang jauh dari jangkauan sinyal seluler,” jelas dia.
Menurut Nurhadi, dari hasil rapat anggota Komisi VIII DPR dengan Kementerian Agama pada tanggal 8 September 2020, ada beberapa poin yang disepakati. Intinya, DPR menyetujui tambahan anggaran yang diajukan Kementerian Agama sebesar Rp3,8 triliun untuk mendukung pembelajaran sistem daring atau sistem pembelajaran jarak jauh.
Tambahan anggaran tahun 2020 tersebut akan dialokasikan untuk keperluan antara lain subsidi kuota internet siswa, guru dan dosen di madrasah, sekolah keagamaan, dan perguruan tinggi keagamaan, dan bantuan langsung tunai bagi para guru pendidikan agama untuk semua agama.
Harapannya, tambah Nurhadi, ini dapat membantu satuan pendidikan keagamaan yang menjalankan PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) di tengah pandemi Covid-19.(*)