Perlu Revisi Pasal Pemerkosaan di Perda Aceh
JAKARTA (21 Juni): Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini mengaku geram dengan dilepaskannya dua pemerkosa anak di bawah umur. Apalagi, ke dua pemerkosa tersebut adalah ayah kandung dan paman korban.
"Sebagai seorang ibu dan memiliki anak perempuan, saya tidak habis pikir ada manusia yang begitu tega memperkosa anak kandungnya sendiri. Malah, paman korban juga memperkosanya. Di mana nurani mereka," ujar Amelia mengungkapkan kegeramannya dalam keterangan tertulis, Senin (21/6).
Sebelumnya, Mahkamah Syariah Aceh memvonis bebas dua terduga pemerkosa seorang anak perempuan di bawah umur, pada Maret dan Mei 2021 lalu. Kedua terduga adalah ayah kandung dan paman sang anak.
Kasus pemerkosaan terhadap bocah perempuan berusia 10 tahun di Kabupaten Aceh Besar terjadi pada Agustus 2020. Terduga pelaku, MA merupakan ayah kandung dan DP, paman korban diadili terpisah.
Majelis Hakim Mahkamah Syariah (MS), menjatuhkan vonis bebas terhadap MA dan memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari penjara pada Selasa (30/3). Sedangkan terhadap DP, pada hari yang sama, Majelis memvonis terdakwa sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan darah dengan hukuman penjara selama 200 bulan.
Namun, terdakwa mengajukan permohonan banding melalui kuasa hukum ke Mahkamah Syariah Aceh. Pada Kamis (20/5), Mahkamah Syariah mengabulkan permohonan DP dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Amelia Anggraini menilai qanun jinayat atau Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Aceh No 6 tahun 2014 tentang Hukum Pidana yang salah satunya mengatur tentang pemerkosaan, harus direvisi atau mencabut poin pemerkosaan dan pelecehan seksual.
"Karena dalam qanun jinayat itu hanya ada dua kekerasan seksual, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual. Maka agar tidak terjadi lagi dibebaskannya para pemerkosa, poin itu harus direvisi atau dicabut dari qanun jinayat," kata Amel.
Lebih jauh anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan, perbuatan pemerkosaan dan pelecehan seksual yang ada dalam qanun jinayat sebaiknya dikembalikan ke dalam proses hukum peradilan pidana.
"Jika pemerkosaan dan pelecehan seksual dikembalikan ke peradilan pidana maka pengadilan memiliki kompetensi mengadili perkara pidana," jelas Amel.
Lebih tegas Amel meminta pemerintah dan juga DPR RI agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar kasus-kasus pemerkosaan seperti yang terjadi di Aceh, bisa merujuk penyelesaiannya kepada RUU PKS tersebut.
"RUU PKS adalah salah satu solusi konkret agar kasus-kasus kekerasan seksual dan juga pemerkosaan, termasuk pemerkosaan kepada anak di bawah umur bisa diadili dengan sebaik-baiknya," pungkas Amel.(RO/*)