RUU TPKS Terbentur Usul Perluasan Cakupan

JAKARTA (18 November): Perjalanan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) masih terbentur beberapa hal. Beberapa Fraksi di DPR RI menginginkan RUU tersebut mencakup tindak pidana asusila dan tindak pidana seksual.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan perdebatan terjadi karena ada usulan agar RUU ini mencakup lebih luas.

“Konsekuensi logis tentu harus sesuai dengan logical framework yang mendasari itu, maka tindak pidana seksual, tindak pidana asusila, tidak kemudian compatible lagi. Cuma teman-teman tetap bersikeras memasukkannya. Kalau dimasukkan penyimpangan seksual, kebebasan seksual itu maka tidak fokus lagi. UU ini kan lex specialis,” kata Willy seusai rapat Panja RUU TPKS, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/11).

Legislator NasDem itu menjelaskan bahwa UU TPKS memang dikhususkan untuk tindak pidana kekerasan seksual, serta tidak memasukkan unsur lain yang sudah diatur di UU lain.

Rencananya rapat Panja RUU TPKS pada 16 November menjadi yang terakhir, namun beberapa fraksi masih meminta pendalaman. Beberapa isu beredar bahwa RUU itu menjadi pintu masuk kebebasan seksual atau seks sejenis.

“Sudah terjawab dari Pasal 5, 6, 7 bahkan sexual consent itu tidak ada di dalam rancangan undang-undang ini. Bahkan saya menanyakan langsung pada yang memunculkan isu itu, naskah mana yang memunculkan kebebasan seksual atau seks sejenis? Tidak ada jawaban dari mereka,” ujar Willy.

Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menegaskan bahwa RUU TPKS menjadi kebutuhan hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual serta menjadi legal standing yang selama ini tidak ada.

“Ketika lapor ke aparat penegak hukum itu benar-benar mentok, KUHP sendiri kan tidak menjangkau ranah ini,” terangnya.

Willy meyakinkan bahwa RUU TPKS sudah melalui proses yang panjang, banyak stakeholder yang sudah dimintai aspirasi untuk RUU tersebut.

“Sekitar 100 lebih stakeholder yang saya terima selama menjadi Ketua Panja untuk mendapatkan aspirasi dari mereka. RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) sudah panjang sekali, cukuplah untuk menampung ini. Jadi sekarang sebenarnya political will yang dibutuhkan,” paparnya.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) ini menegaskan Fraksi Partai NasDem akan terus berjuang untuk pengesahan RUU TPKS. UU tersebut dinilai sangat mendesak untuk melindungi korban kekerasan seksual.

“Kekerasan seksual ini kan sebuah fakta sosial yang membutuhkan payung hukum. Saya khawatir kalau kita terus-menerus bermain di ranah emosi publik. Kita harus lebih kosmopolit, bijaksana merespon situasi yang berkembang. Kasus karyawan KPI, Kasus UNRI dan lain sebagainya itu ketika dilaporkan tidak ada payung hukumnya,” pungkasnya.

(Dis/*)

Add Comment