NasDem Dorong RUU Penyadapan Berbasis HAM
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (15 Desember): Komisi III DPR RI menggagas usulan RUU Penyadapan. Sejumlah poin krusial mengemuka. Antara lain jangka waktu penyadapan dan mekanisme penyadapan melalui izin Pengadilan Negeri.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Subardi berpendapat, RUU inisiatif DPR itu harus berbasis perlindungan hak privasi dalam kerangka hak asasi manusia (HAM).
“Saya setuju penyadapan dibutuhkan dalam penegakan hukum. Tetapi penyadapan memiliki batasan. Tidak boleh ada abuse of power,” kata Subardi dalam focus group discussion Komisi III DPR bertajuk “Urgensi RUU Penyadapan dalam Sistem Penegakan Hukum,” di Jakarta, Rabu (15/12).
Legislator NasDem dari Dapil DIY itu menegaskan, konstitusi Indonesia menekankan kepada aspek perlindungan warga negara. Tetapi konstitusi juga membatasi hak-hak warga negara, berkaitan dengan ketertiban umum, berbangsa dan bernegara, yakni perlindungan hak privasi dalam kerangka HAM. Hal itu akan membentuk penyadapan sesuai dengan prinsip kehati-hatian, moral, dan pertanggungjawaban.
“Soal hak berkomunikasi sebagai objek penyadapan, memang menjadi hak privasi yang wajib dilindungi. Tetapi hak itu masuk dalam kategori derogable rights atau hak-hak yang dapat dikurangi atau dikesampingkan (demi hukum) dalam keadaan tertentu,” jelasnya.
Penyadapan dalam penegakan hukum, kata Subardi, mutlak dibutuhkan, mengingat tren kejahatan meningkat dan modusnya kian canggih.
Dalam kasus terorisme, tambah dia, penyadapan sangat dibutuhkan untuk mencegah aksi-aksi kejam para teroris. Demikian halnya dengan intelijen. Fungsi intelijen akan berjalan efektif dengan penyadapan yang akurat. Segala bentuk kegiatan yang mengancam ideologi dan keamanan negara dapat dicegah sebelum memicu gesekan sosial.
“Hemat saya, penyadapan berguna untuk investigasi kejahatan atau sebagai alat deteksi kejahatan (pencegahan). Fungsi intelijen juga bergantung pada penyadapan. Tetapi sekali lagi, penyadapan harus berbasis HAM,” tegas Subardi.
Sejauh ini kewenangan penyadapan diusulkan tidak berubah sebagaimana diatur dalam undang-undang eksisting, yakni penyidik di lembaga penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK dan BNN). Sedangkan di luar itu, UU memberi kewenangan kepada Badan Intelijen Negara (BIN).
“Pihak yang berwenang menyadap kemungkinan tetap sama. Tetapi mekanismenya akan diperbaiki. Ada yang seizin pengadilan dengan jangka waktu tertentu. Tetapi khusus KPK tidak perlu. Ini sudah ada putusan MK bulan Mei yang lalu,” katanya.
RUU Penyadapan merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2016. MK menilai pengaturan penyadapan masih tersebar di beberapa undang-undang, sehingga diperlukan aturan khusus mengenai penyadapan.(Nizar/*)