Pencabutan Hak Pilih ASN di Pilkada Harus Dikaji Mendalam
JAKARTA (20 Desember): Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Saan Mustopa mengatakan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi suatu permasalahan yang kompleks. ASN sering dimanfaatkan para kandidat dalam kontestasi politik untuk meraih dukungan.
“Ketika mereka mau bersikap netral tapi situasi mereka serba susah juga, karena selalu menjadi sasaran dari para kandidat, khususnya kalau ada petahana,” kata Saan Mustopa dalam keterangan persnya, Jumat (17/12).
Legislator NasDem itu meyakini ASN memiliki komitmen untuk bersikap netral selama kontestasi politik berlangsung. Namun mereka kerap tak kuasa saat ada tekanan.
“Bukan berarti mereka tidak mau menjaga netralitas, tapi situasi dia kadang tidak netral karena tekanan politik,” ungkapnya.
Saan menyambut baik hasil survei yang dilakukan Komisi ASN (KASN). Dalam survei tersebut, sebanyak 51,16% responden menyetujui hak politik ASN dicabut untuk menjaga netralitas abdi negara.
“Jadi menurut saya survei itu bisa menjadi pertimbangan agar tidak ada punya beban,” ujarnya.
Namun, Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu mengatakan hasil survei tersebut harus dikaji secara mendalam. Sehingga tidak bisa langsung diakomodasi jika ingin dimasukkan ke dalam aturan setingkat undang-undang (UU).
Usulan kajian mendalam itu, tambah Saan, agar upaya menjaga netralitas ASN dengan mencabut hak politik tak melanggar konstitusi. Pasalnya hak pilih merupakan hak paling mendasar bagi setiap Warga Negara Indonesia (WNI).
“Hal-hal seperti itu perlu kita pertimbangkan walaupun hasilnya 51 persen,” tukas Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat VII (Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta) itu.
Masih menanggapi survei KASN, Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi II DPR RI, Aminurokhman mengatakan jika hak politik ASN dicabut dalam pilkada, maka hal itu harus diatur dalam UU.
“Jadi poinnya sekarang kalau memang aspirasi ASN lebih senang dihilangkan hak politiknya, maka aspirasi harus diakomodasi dalam UU,” kata Aminurokhman dalam keterangannya, Jumat (17/12).
Legislator NasDem itu menegaskan adalah mutlak mengakomodasi keinginan agar mencabut hak politik ASN dalam pilkada melalui UU. Sehingga pencabutan hak memilih dari ASN bisa dilakukan secara maksimal.
“Kalau cuma ngomong saja kan tidak mungkin, karena dalam UU tetap diberi hak,” kata dia.
Senada dengan Saan, Aminurokhman juga meminta sebelum realisasi hal itu ke dalam UU, perlu dikaji secara mendalam. Sehingga dapat diketahui dampaknya terhadap sektor sosial dan politik ke depan.
“Karena demokrasi ini harus dibangun dengan pendekatan yang tidak bisa melanggar hak-hak manusia,” kata dia.
Selain itu, Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur II (Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Pasuruan) itu menilai hasil survei tersebut menunjukkan ASN tak nyaman diberikan hak untuk memilih. Sebab rawan mendapat intimidasi saat kontestasi politik di daerah terjadi.
“ASN ini sebetulnya tidak ingin diganggu dalam arena politik. Sehingga, disimpulkan dia lebih baik menghilangkan hak-hak pilihnya daripada diberikan hak pilih tapi ditekan,” pungkasnya.
Sebelumnya pada Kamis (16/12), Komisi ASN merilis hasil survei terkait netralitas ASN pada Pilkada Serentak 2020. Survei dilakukan terhadap ASN pada instansi Pemerintah Daerah penyelenggara Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah dengan jumlah responden 10.617. Pengumpulan data dilaksanakan pada periode 1-30 Juli 2021 setelah pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020.
Hasilnya sebanyak 51,16% responden menyatakan setuju jika hak politik ASN untuk memilih dalam pilkada sebaiknya dicabut untuk mendukung prinsip netralitas. Sedangkan 48,84% tidak setuju hak politik ASN dicabut. (medcom/*)