Penaikan PPN 11% Keputusan Politik DPR-Pemerintah
JAKARTA (6 April): Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro mengatakan, penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan keputusan politik antara DPR dan pemerintah saat pembahasan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kebijakan penaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% sudah diatur dalam UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 yang mulai efektif dilaksanakan 1 April 2022.
“Waktu itu pemerintah mengusulkan kenaikan PPN 12 persen. Tapi setelah melalui proses diskusi panjang, akhirnya disepakati keputusan moderat yakni 11 persen,” ujar Fauzi dalam keterangannya, Selasa (5/4).
Fauzi menegaskan, saat pembahasan RUU HPP, Fraksi Partai NasDem DPR saat itu berupaya bertahan agar tidak ada kenaikan PPN. Naiknya PPN bisa membebani masyarakat, mengingat pandemi Covid-19 yang juga masih menghantui ekonomi masyarakat.
“Kami menyarankan tidak dinaikan. Tapi penyusunan UU ada proses politik dan kompromi di dalamnya agar klausul tersebut bisa disepakati. Akhirnya antara pemerintah dan DPR menyepakati keputusan moderat atau titik temunya PPN naik 1 persen, dari 10 persen naik jadi 11 persen,” jelasnya.
Legislator NasDem Dapil Sumatera Selatan I (Kabupaten Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau, dan Musi Rawas Utara) itu berharap pemerintah melakukan sosialisasi secara masif sebelum pemerintah memungut PPN 11%. Pemerintah harus lebih arif dan bijaksana dalam penerapan UU HPP.
“Terlebih belakangan ini harga barang-barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng, BBM mengalami kenaikan. Kalau PPN 11 persen dipaksakan dipungut, pasti akan memicu kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok,” tandasnya.
Selain itu, tambah Fauzi, pemerintah perlu menindaklanjuti UU HPP dengan petunjuk teknis melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri.
“Petunjuk tersebut untuk mendefinisikan secara detail barang dan jasa apa saja yang dikenakan PPN 11 persen, atau tidak dikenakan. Supaya masyarakat tidak kaget,” pungkas Fauzi.
(RO/*)