Pertanian Mampu Jaga Ketahanan Pangan Indonesia Selama Pandemi
JAKARTA (9 Juni): Dunia terancam kelaparan akibat ancaman krisis pangan dunia yang dipicu oleh menurunnya produksi pupuk pada level dunia dan krisis energi yang terus menerus mengusik produksi pangan global. Belum lagi badai Covid-19 dan gesekan Rusia dengan Ukraina yang mengganggu konektivitas dan produktivitas pada semua sektor di dunia.
Meski dihadapkan pada situasi tersebut, kerja keras Kementerian Pertanian (Kementan) RI bersama seluruh stakeholder mampu memperlihatkan trend positif melewati berbagai tantangan dan memastikan ketersediaan pangan terhadap 273 juta penduduk nasional.
“Dan ternyata Indonesia bisa selamat dengan baik, inflasi tidak terjadi karena pangan mampu menjadi penopang utama dan itulah menjadi perjalanan dua tahun yang sangat sulit,” kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Focus Group Discussion (FGD) “Perkembangan Ekonomi, Pangan dan Geopolitik Dunia” di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Rabu (8/6).
SYL melanjutkan sektor pertanian Indonesia juga mampu menyerap tenaga kerja hingga 40 juta jiwa. Ekosistem pertanian nasional, lanjut dia juga mampu menjadi lapangan kerja alternatif bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat krisis di masa pandemi.
“Fakta mengatakan pertanian itu mampu menjaga inflasi ekonomi Indonesia di masa covid dua tahun,” kata Mantan Gubernur Sulsel dua periode itu.
Belum selesai dihantam badai covid sektor pangan dunia juga dihadapkan pada era climate change yang berujung pada produktivitas hasil bumi.
“Semua berkait dengan pangan dan kita akan memasuki krisis pangan dunia tantangan menghindari kelaparan,” ungkap SYL.
SYL menekankan untuk menjawab tantangan pangan ke depan diperlukan kerja berkelanjutan dan kolaborasi semua pihak termasuk masukan-masukan dan pendalaman terhadap pengetahuan, riset dan teknologi. Menurut dia banyak hal yang bisa dicapai dalam rangka berkontribusi pada negara.
“Kemudian kita coba membangun strategi baru untuk menghadapi climate change yang ada dan memang krisis pangan yang pasti kita hadapi,” ungkap SYL.
Sementara itu Ketua Bidang Kajian Kebijakan Pertanian pada Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Prof. Edi Santosa mengatakan, kesejahteraan petani selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut kata dia dapat diamati berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Januari 2022 seperti Nilai tukar petani (NTP) mencapai 108,67 atau naik sebesar 0,30 persen.
Selain itu kata dia Nilai tukar usaha petani (NTUP) mencapai 108,65 atau naik 0,12 persen dan terdapat rangkaian curva NTP yang sangat positif sepanjang periode 2020 lalu.
“Saya kira peningkatan ini tidak lepas dari 3 hal. Pertama peningkatan kualitas benih, kedua penyediaan pupuk dan ketiga penggunaan alsintan. Menurut saya inilah yang disebut pertanian maju, mandiri dan modern dibawah Menteri SYL,” kata Prof Edi dilansir laman tempo.co. Kamis (9/6).
Padahal menurut dia tantangan pangan seperti produksi padi saat ini sangatlah tidak mudah. Indonesia dan banyak negara sama-sama menghadapi krisis akibat pandemi. Ditambah perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga.
“Indonesia adalah negara yang cukup berhasil meningkatkan produksi padi dan jagung sehingga ketersediaannya selalu stabil, terutama di saat pandemi seperti saat ini,” demikian kata dia.
(tempo.co/WH)